Berdiri tegak sembari menengok kanan dan kiri Yoana bertanya melalui text chat
“sudah dimana?”
“tengok kanan”, dan gue melambai mesra
Oh maaf ini cewek kawan, bukan maksud ikut belok tapi ya gue dadah-dadah sambil nyengir emang.
Cerita kali ini sambil duduk tegang gue bakal dengerin kupas buku mengenai kisah anak hilang dari sisi buku Nouwen. Sebenernya kupas bukunya enggak masalah sih, yang masalah itu penyampaian kali ini pake Bahasa Inggris, jadi bahasa inggris gue yang masih minus ke bawah pun kadang ngangguk-ngangguk kayak orang bener.
Yaa, singkat cerita akan gue sampaikan beberapa materi yang sempat gue serap dari hasil diskusi ini dan dari pemikiran gue sendiri.
Buku Nouwen sendiri ngebahas lukisan Rembrandt dan mencoba merincikan Kisah Anak Hilang yang kembali dari 3 sisi.
1. Sisi Anak Bungsu
2. Sisi Anak Sulung
3. Ayah
Sisi Anak Bungsu
Anak bungsu ini gue duluin karena biasanya dia ini orang yang paling disorot, yaa bisa dikatakan dosa dia ibaratnya paling keliatanlah ya, dari berfoya-foya, menghambur-hamburkan uang sampai akhirnya minta harta warisan ke orang tua untuk kembali digunakan sebagai foya-foya. Ini kalau di Indonesia, dia masuk sesi Azab yang matinya bisa jadi gegara keseringan foya-foya. Eh tapi kan enggak, si Bungsu ini kemudian bangkrut miskin dan setelah merasakan betapa menderitanya dia jadi orang yang buat makan aja rebutan sama Babi sedangkan Ayahnya juragan tanah, pesuruhnya pun banyak ya masa Ayahnya enggak bisa terima dia minimal jadi tukang ngangon Babi.
Bungsu pun menurunkan ego yang udah minus, harga diri yang dibengkokkan menghadap Ayahnya sembari berlutut memohon pengampunan dan meminta pekerjaan.
Oke cerita si Bungsu berakhir disini mari kita ke Sulung sebagai selingan
Sisi Anak Sulung
Bila kalian merasa kesal sama Bungsu kemudian iba dan terharu pada akhirnya, selamat kita semua memang doyannya sama sinetron Hidayah.
Sulung bukan hal sepele, dia pendosa pada sisi lain.
Iri hati, dengki adalah penyebabnya.
Manakala si Bungsu berbuat semaunya, Sulung masih saja taat disamping Ayahnya.
Manakala si Bungsu menjadi brengsek berperan sebagai saudara gak tahu diri waktu Ayahnya belum meninggal tapi udah minta harta warisan, Sulung juga masih taat disamping Ayahnya.
Puncak adegan Sulung ada pada saat si Bungsu kembali dan disambut dengan keriaan luar biasa dari sang Ayah, Sulung tidak lagi dapat menahan diri.
Menyatakan mengapa ketaatannya tidak pernah dihargai dan bahkan dia tidak bisa berpesta pora bersama kawannya padahal dia sudah segitunya giat bekerja.
Oke, sekali lagi mari kita putuskan bahwa peran Sulung sudah pada ujungnya. Mari kita beralih ke Ayah
Sisi Ayah
Gimana bapak Rembrandt dengan lukisannya yang memukau menggambarkan bahwa Ayah yang menerima Bungsu dengan tangan terbuka memiliki perbedaan cara menggambar di kedua tangannya. Melambangkan feminisme dan maskulinitas.
Meski dia adalah Ayah namun dengan kasih memaafkan dia berperan menjadi Ibu yang memiliki sifat feminisme.
Dengan tangan terbuka dia menerima Bungsu, lalu bagaimana dengan Sulung?
Sulung pun dia mengutarakan secara lisan bahwa apa yang dimiliki oleh sang Ayah adalah kepunyaan Sulung juga dan Sulung berhak mendayagunakan harta itu untuk menyenangkan dirinya sendiri.
Tentulah sikap kita pada hal ini adalah begini,
Siapakah kamu, apakah Sulung atau si Bungsu?
Menjadi pemberontak lewat tindakan atau pemberontak dengan memendam?
Gue sendiri lebih kasihan sama Sulung, dia tersesat didalam rumahnya sendiri. Memendam begitu saja hal yang seharusnya dapat dia utarakan, apa yang menjadi pertimbangannya hingga akhirnya dia memilih diam dan akhirnya meledak ketika melihat bahwa yang dilakukan Ayahnya pada si Bungsu merupakan ketidakadilan baginya?
Dilihat dari Sisi Bungsu ya kita dapat merasakan bahwa perilaku buruk yang kita perbuat akan membawa kita pada hal-hal yang buruk pula. Itu tidak dapat dipungkiri. Apa yang kalian makan itu juga yang akan kalian serap. Semakin baik apa yang dimakan semakin bagus serapannya. Bungsu jelas berada pada titik terendah dalam hidupnya, menyerah akan nasibnya hingga jiwanya sendiri pun akhirnya meraung dalam ketidakberdayaannya. Kita menemukan terang dalam gelap, bahwa Bungsu akhirnya menyerah, menurunkan ego menghilangkan harga diri. Kembali pada Ayahnya meski gunjingan sana sini terdengar. Meminta maaf sungguh dan padanyalah dikembalikan status sebagai Anak. tanpa dendam dan amarah mendalam.
Sulung? Rantai iri dengki lepas berubah menjadi amarah meluap. Ayah dengan sabar dan penuh kasih menjelaskan pada Sulung bahwa dia tetaplah terkasih dan mengibaratkan mulailah bersenang-senang saat ini, hartaku hartamu tak baik bila kamu tidak bisa membuat dirimu nyaman denganku padahal kamulah yang paling taat dan setia disampingku.
Apresiasi akan penghargaan, Sulung ini diam-diam memang paling menghanyutkan dan sang Ayah ibarat Bapa di Surga yang penuh welas asih menyajikan pada kita bahwa Allah memiliki sifat feminisme dan maskulinitas berdiri berdampingan hingga kita sebagai manusia memiliki rasa bahwa Allah tidak hanya akan merangkulmu dengan rasa aman dari sosok Ayah namun juga penuh kasih dan kehangatan selayaknya Ibu.
No comments:
Post a Comment