sumber |
Mendung merudung Bekasi, udara pagi yang dingin bahkan membuatku tak mau beranjak dari tempat tidur.
Ya tapi apa boleh buat bahkan beruang yang hibernasi pun harus mencari makan. Kupaksakan diriku bangun dan dengan langkah 2 nyawa aku ke kamar mandi.
Ya tapi apa boleh buat bahkan beruang yang hibernasi pun harus mencari makan. Kupaksakan diriku bangun dan dengan langkah 2 nyawa aku ke kamar mandi.
Harus semangat, pikirku. Klien hari ini sangat penting dan aku harus dapatkan project ini.
Hari yang merudung kelam membuatku memilih menaiki kereta. Kereta seperti membawaku kembali ke nostalgia lama semasa sekolah. Aku selalu menyenangi naik transportasi satu ini, meski dempet-dempetan namun cepat sampai, memang ada kalanya terlambat tapi tidak terlalu sering.
Langit makin gelap, kulihat perempuan disebelahku juga makin gelap, dia tertunduk dalam. Terkadang melihat keluar jendela, melihat jam, atau mengedarkan pandangan keseluruh penjuru gerbong. Entah apa yang dia nanti atau apa yang dia khawatirkan. Tapi wajahnya menyiratkan kekhawatiran yang sangat dalam, mendorongku bertanya padanya.
"anda baik-baik saja"
Perempuan itu diam, bahkan menoleh pun tidak
Perempuan itu diam, bahkan menoleh pun tidak
"baiklah kalau anda tidak apa-apa"
Perempuan itu diam, mungkinkah masalahnya berat sekali?
Perempuan itu diam, mungkinkah masalahnya berat sekali?
Aku pernah dinasehati begini sama opaku, katanya kamu boleh tidak menyenangi orang diluar sana, tapi hormatilah mereka, karena kamu tidak pernah tau apa yang harus dia alami.
Begitu menyentuh dasar hati gue sesungguhnya hal itu. Ya dont judge by cover, orang-orang dengan luka batin gak perlu kamu sukai tapi cukup kamu hormati. Kamu gak pernah tau bagaimana masa lalu yang harus dia hadapi.
Perempuan ini pun begitu, aku menatapnya melalui jendela. Tak berani menatapnya langsung, rasa mengabaikannya membuatku justru makin mengkhawatirkannya.
Ketika sampai Stasiun Gondangdia, kulihat dia bersiap turun, aku memperhatikan gerak geriknya. Ketika dia turun kulihat dia berhenti, menoleh kepadaku lalu tersenyum.
Belum sempat kubalas senyum itu pintu telah tertutup kereta telah berjalan.
Belum sempat kubalas senyum itu pintu telah tertutup kereta telah berjalan.
Manisnya senyum sang perempuan tak seharusnya dibebani rasa yang tidak diperlukan seperti itu.
Kamu kenapa, rasanya ingin bertanya sekali lagi pada perempuan itu.
Beberapa minggu berlalu, aku masih sering mengawasi perempuan itu. Dia selalu naik sendirian disaat berangkat.
Kuawasi dia dengan hati yang berdegup, entahlah yang jelas aku cukup menyukainya meski hanya dengan memandangnya.
Kuawasi dia dengan hati yang berdegup, entahlah yang jelas aku cukup menyukainya meski hanya dengan memandangnya.
Hari itu Bekasi cerah namun tidak dengan deadline projectku yang macet, rasanya ingin menundukkan kepala sedalam-dalamnya.
"anda tidak apa-apa?"
Aku seperti pernah mendengar kalimat itu, aku mendongak dan menemukan perempuan itu, perempuan yang selalu aku awasi menanyakan hal itu padaku. Dia terlihat kaget namun dapat mengenaliku, aku tersenyum. Sirna rasa khawatirku, disapa dia sang perempuan yang membuatku nyaman memandangnya.
Aku seperti pernah mendengar kalimat itu, aku mendongak dan menemukan perempuan itu, perempuan yang selalu aku awasi menanyakan hal itu padaku. Dia terlihat kaget namun dapat mengenaliku, aku tersenyum. Sirna rasa khawatirku, disapa dia sang perempuan yang membuatku nyaman memandangnya.
Yang tak pernah terfikirkan olehku adalah bagaimana akhirnya obrolan kami menjadi sangat menarik. Sungguh buatku ini menarik sekali.
Kami saling melontarkan candaan dan obrolan, bagai teman lama yang bertemu kembali. Dia dengan senyum cerianya dan aku dengan rasa mendungku, rasa mendung yang berubah menjadi mentari hangat.
Waktu terus berjalan mengiringi obrolan kami, seperti janji yang tidak terucap kami selalu bertemu di gerbong yang sama, dijam keberangkatan yang sama.
Kami bahkan tidak bertukar no handphone, kami hanya berjalan begini adanya.
Kami bahkan tidak bertukar no handphone, kami hanya berjalan begini adanya.
Projectku berhasil dan aku diutus 2 minggu untuk keluar negeri. Sebenarnya keputusan ini membuatku agak berat namun aku yakin bila dia jodohku maka dia tidak akan kemana.
Yang jelas ketika aku tidak menemuinya selama 2 minggu kurasakan ada yang berbeda. Bagaimana dia bila tidak menemukanku digerbong yang sama pada jam yang sama, semoga bukan hanya dia yang merindukanku tapi juga dirinya. Aku hanya bisa meneriakkan amin sembari menunggu waktu yang kuharap cepat berlalu.
Waktu memang begitu berarti, ketika hati menunggu
Hari itu datang, Stasiun Bekasi menjadi lebih indah dan sangat kunanti, namun harapan itu sirna ketika aku tidak bisa menemukan dia.
Besoknya aku tidak bisa menemukan dia
Besoknya lagi aku tidak bisa menemukan dia
Besoknya lagi dan lagi
Hingga hampir patah hatiku
Hingga hampir sirna harapanku
Besoknya aku tidak bisa menemukan dia
Besoknya lagi aku tidak bisa menemukan dia
Besoknya lagi dan lagi
Hingga hampir patah hatiku
Hingga hampir sirna harapanku
Hingga hari itu datang, aku melihat punggungnya
"Anya.."
Kupanggil dengan keraguan dan harapan yang tipis, dia menengok dan kulihat benarlah itu dia, menyunggingkan senyum yang teramat cantik, yang tak pernah kulihat sebelumnya.
Terimakasih Tuhan, bukan hanya rasa rindu ini yang terobati tapi aku juga tau hati ini telah terselamatkan.
"meski cinta pergi kemana, waktu akan membawanya kembali pada pemiliknya"
No comments:
Post a Comment