"Apa kamu ingat sesuatu yang lucu ketika kamu kecil?" tante membuka pembicaraan dimalam yang hening itu, aku menatapnya setengah percaya, jarang sekali dia mengungkit masa lalu.
"rasanya aku tidak pernah melakukan hal bodoh" ucapku lalu kembali kepada pekerjaan rumahku.
"ah pernah, dikereta waktu itu. Ketika kamu masih berusia sekitar 10 tahun. Besar dan lucu, karena tante selalu merasakan lucu disentuh pipi gembilmu" aku mengingat-ingat memangnya sebesar apa pipiku dulu?
"ceritakanlah" pintaku tak beranjak dari tugas yang kukerjakan
"waktu itu kita sedang bermain dari Taman Kota, kita bermain sampai sore menghadang dan melupakan kalau kereta disore hari minggu itu ramai" dan aku mulai merasa dilempar kemasa lalu.
"ketika kita naik dan kamu tuntun tante, kamu meninggalkan tante karena ingin membeli camilan. Awalnya tante duduk dengan manis dibangku prioritas. Namun ketika kamu kembali, kamu melihat tante berdiri..." dan kini aku teringat sepenuhnya tentang kejadian itu dan bagaimana akhirnya orang-orang itu hanya menatapku dan tanteku tidak percaya layaknya kami adalah pengemis yang berpura-pura buta.
Seperti yang dari awal tanteku katakan, kalau kami akan pulang dari taman kota, dan suasana dikereta sore itu memang tidak bisa dibilang sesak namun juga tak cukup longgar hingga mengharuskan beberapa orang berdiri. Saat kereta tiba aku langsung menuntun tante untuk duduk dikursi prioritas dan aku terburu-buru meninggalkannya untuk membeli sepotong roti karena perutku yang sudah tak kuat lapar. Ketika naik aku terburu-buru sehingga salah masuk gerbong dan berlarian mencari-cari tanteku. Terkejutnya aku menemukannya berdiri dengan seorang ibu-ibu didepannya. Aku melihat yang bukan bangku prioritas disana banyak anak muda yang berpura-pura tertidur.
"tante kenapa berdiri, bukannya tadi duduk?" tanyaku pada tante, tante agak sedikit menyendengkan telinga untuk mendengarku lebih jelas
"karena ada yang lebih membutuhkannya daripada tante sayang" jawab tante membuat alisku bertautan dan memandang sekitar, apa yang kupandang mereka juga berbalik memandangku
"tapi kan tante buta, harusnya wajib dikasih bangku dong" dan semua orang kini benar-benar memandangku dan tanteku memandang kami dengan perasaan setengah percaya
"heii, hanya mataku yang tak bisa melihat bukan berarti fisikku lemah, lihat nih otot-otot tante" aku memandang otot-otot yang hanya dalam mimpi saja
"kalau begitu mereka yang pura-pura gak tau lemah dong, tante hebat!" ucapku mengeraskan suara karena sedikit jengkel, kakiku juga lelah namun membiarkan tanteku berdiri itu lebih kejam rasanya
"maaf de, bisa duduk dibangku saya.." seorang pemuda mencolek bahuku lalu menunjuk bangkunya sendiri, aku pun memandangnya sebentar lalu menarik tangan tanteku untuk duduk dibangku yang ditawarkan itu, aku menuntunnya, tanteku menggapai-gapai angin dan mereka semua hanya memandangku dengan tatapan kasihan. Sebuah tatapan yang aku benci.
"tante duduk dan aku akan berdiri" ucapku namun seorang gadis disebelah tanteku langsung berdiri dan menawariku tempat sehingga kini aku dan tanteku duduk berdampingan. Aku pun membuka plastik dan mengeluarkan chiki kentang lalu kuserahkan kepada gadis dan pemuda yang kini berdiri didepanku
"aku hanya punya ini, tapi aku akan sangat senang kalau kalian menerima ini" kataku dan pemuda juga gadis itu hanya saling melempar pandang, tidak mengerti harus menolak atau menerima
"kami ikhlas kok, gak usah deh bener" sang gadis memberanikan berkata
"aku juga ikhlas, sangat ikhlas. Ini adalah bentuk rasa terima kasihku kepada kakak-kakak, karena memberikan kenyamannya kepada orang lain" pemuda pun garuk-garuk kepala
"tak apa terimalah, anggap saja itu adalah rejeki kalian" tante menyahut lalu tersenyum.
Jadilah pemuda dan gadis itu mengambilnya, meski dengan perasaan enggan.
Aku jadi teringat bagaimana aku belajar untuk mengabaikan pandangan kasihan dan mulai berusaha dengan kekuatan pribadi menjadi lebih kuat lebih kuat lagi. Tante kala itu mengajariku, bukan karena kekuatan kita menjadi kuat tapi karena kita mengakui kelemahan kita maka kita akan menjadi kuat.
"yang perlu kau kalahkan dalam kehidupan ini adalah dirimu sendiri. Ingatlah itu"
dan aku mulai teringat tentang pembelajaran yang aku lupakan itu.
"rasanya aku tidak pernah melakukan hal bodoh" ucapku lalu kembali kepada pekerjaan rumahku.
"ah pernah, dikereta waktu itu. Ketika kamu masih berusia sekitar 10 tahun. Besar dan lucu, karena tante selalu merasakan lucu disentuh pipi gembilmu" aku mengingat-ingat memangnya sebesar apa pipiku dulu?
"ceritakanlah" pintaku tak beranjak dari tugas yang kukerjakan
"waktu itu kita sedang bermain dari Taman Kota, kita bermain sampai sore menghadang dan melupakan kalau kereta disore hari minggu itu ramai" dan aku mulai merasa dilempar kemasa lalu.
"ketika kita naik dan kamu tuntun tante, kamu meninggalkan tante karena ingin membeli camilan. Awalnya tante duduk dengan manis dibangku prioritas. Namun ketika kamu kembali, kamu melihat tante berdiri..." dan kini aku teringat sepenuhnya tentang kejadian itu dan bagaimana akhirnya orang-orang itu hanya menatapku dan tanteku tidak percaya layaknya kami adalah pengemis yang berpura-pura buta.
Seperti yang dari awal tanteku katakan, kalau kami akan pulang dari taman kota, dan suasana dikereta sore itu memang tidak bisa dibilang sesak namun juga tak cukup longgar hingga mengharuskan beberapa orang berdiri. Saat kereta tiba aku langsung menuntun tante untuk duduk dikursi prioritas dan aku terburu-buru meninggalkannya untuk membeli sepotong roti karena perutku yang sudah tak kuat lapar. Ketika naik aku terburu-buru sehingga salah masuk gerbong dan berlarian mencari-cari tanteku. Terkejutnya aku menemukannya berdiri dengan seorang ibu-ibu didepannya. Aku melihat yang bukan bangku prioritas disana banyak anak muda yang berpura-pura tertidur.
"tante kenapa berdiri, bukannya tadi duduk?" tanyaku pada tante, tante agak sedikit menyendengkan telinga untuk mendengarku lebih jelas
"karena ada yang lebih membutuhkannya daripada tante sayang" jawab tante membuat alisku bertautan dan memandang sekitar, apa yang kupandang mereka juga berbalik memandangku
"tapi kan tante buta, harusnya wajib dikasih bangku dong" dan semua orang kini benar-benar memandangku dan tanteku memandang kami dengan perasaan setengah percaya
"heii, hanya mataku yang tak bisa melihat bukan berarti fisikku lemah, lihat nih otot-otot tante" aku memandang otot-otot yang hanya dalam mimpi saja
"kalau begitu mereka yang pura-pura gak tau lemah dong, tante hebat!" ucapku mengeraskan suara karena sedikit jengkel, kakiku juga lelah namun membiarkan tanteku berdiri itu lebih kejam rasanya
"maaf de, bisa duduk dibangku saya.." seorang pemuda mencolek bahuku lalu menunjuk bangkunya sendiri, aku pun memandangnya sebentar lalu menarik tangan tanteku untuk duduk dibangku yang ditawarkan itu, aku menuntunnya, tanteku menggapai-gapai angin dan mereka semua hanya memandangku dengan tatapan kasihan. Sebuah tatapan yang aku benci.
"tante duduk dan aku akan berdiri" ucapku namun seorang gadis disebelah tanteku langsung berdiri dan menawariku tempat sehingga kini aku dan tanteku duduk berdampingan. Aku pun membuka plastik dan mengeluarkan chiki kentang lalu kuserahkan kepada gadis dan pemuda yang kini berdiri didepanku
"aku hanya punya ini, tapi aku akan sangat senang kalau kalian menerima ini" kataku dan pemuda juga gadis itu hanya saling melempar pandang, tidak mengerti harus menolak atau menerima
"kami ikhlas kok, gak usah deh bener" sang gadis memberanikan berkata
"aku juga ikhlas, sangat ikhlas. Ini adalah bentuk rasa terima kasihku kepada kakak-kakak, karena memberikan kenyamannya kepada orang lain" pemuda pun garuk-garuk kepala
"tak apa terimalah, anggap saja itu adalah rejeki kalian" tante menyahut lalu tersenyum.
Jadilah pemuda dan gadis itu mengambilnya, meski dengan perasaan enggan.
Aku jadi teringat bagaimana aku belajar untuk mengabaikan pandangan kasihan dan mulai berusaha dengan kekuatan pribadi menjadi lebih kuat lebih kuat lagi. Tante kala itu mengajariku, bukan karena kekuatan kita menjadi kuat tapi karena kita mengakui kelemahan kita maka kita akan menjadi kuat.
"yang perlu kau kalahkan dalam kehidupan ini adalah dirimu sendiri. Ingatlah itu"
dan aku mulai teringat tentang pembelajaran yang aku lupakan itu.
No comments:
Post a Comment