Hujan masih terus turun manakala aku sudah sampai diluar Jakarta. Aku tidak mengerti kita akan kemana, karena memang aku tidak mau tau aku mau kemana, dalam hatiku yang terdalam aku hanya ingin melihat ibuku meski dia kini duduk didepan bersama supir dan aku duduk dibelakang. Lalu gunanya apa supir itu kalau ibuku masih saja duduk didepan?
"bu.." ucapku memecah keheningan, memanggil namun menatap rintik hujan, memanggil dengan keraguan, dan menuliskan 'Hope' pada kaca jendela.
"ya.." namun dia menyahut sambil memandang tabletnya,
"apa ibu tau 3 kata sakti?" sahutku lagi
"apa ibu harus tau?" dan aku termenung, ya.. apakah ibuku harus tau? apakah ibuku harus tau betapa aku ingin dihargai, betapa aku ingin dipintai tolong olehnya, dimintai maaf bahkan sekali saja aku ingin mendengar kata terima kasih karena sudah menjadi anaknya yang sangat penyabar. Aku menginginkan itu semua.
"emang apa neng 3 kata sakti, bang maman jadi penasaran" supirku menyahut, seperti biasa bang maman sangat ramah, sudah terbiasa dengan suasana dingin dirumah namun selalu menyambutku dengan kehangatan mentari
"terimakasih, tolong dan maaf" ucapku pendek, menunggu respon dari ibuku, namun rasanya dia tidak tergugah sama sekali.
"kata tante itu adalah cara sederhana bagaimana kamu belajar menghargai orang lain ataupun diri sendiri" lanjutku dan ibu masih belum memutuskan untuk menanggapi. Aku tau cara ini tak akan berhasil.
"katakan tolong pada seseorang yang kamu mintai tolong, katakan terima kasih kepada Tuhan karena telah memberikan anak dan katakan maaf karena tidak bisa selalu berada disisi yang membutuhkan" aku mengibaratkan itu semua untuk ibuku dan aku berhasil, membuat ibuku bergerak lalu melirikku
"kamu jadi berisik sekarang ya" satu kalimat dan aku langsung terdiam, memandang rintik hujan yang berubah menjadi deras, menampilkan kekelaman alam, mengusir debu dan membawanya kepada hatiku yang kosong.
3 hari bersamanya dan 3 hari aku hanya memandang pegunungan dan kebun teh dari kejauhan. Aku seperti pindah lokasi untuk berdiam diri saja. Bang Maman telah lama pergi meninggalkan kami berdua dan pulang kerumahnya yang memang dekat sini. Ibu masih sibuk dengan tablet dan laptopnya. Kami hanya bertemu saat makan malam tanpa bicara hanya kesunyian yang mencekam dan aku semakin membenci semua hal ini.
"sampaikan salamku" ucap ibu ketika kami sudah kembali pada pintu gerbang tante yang sudah karatan
"bu, tataplah aku sebentar" kataku sambil memandangnya,
"bu, tataplah aku sebentar" kataku mengulangi
"bu tataplah aku sebentar" aku mulai memohon, namun ibuku tak bergeming, dia hanya menatap keluar jendela dimana tanteku telah duduk disana dengan bibi yang menyisir rambutnya.
"entah kamu menganggapku apa, anak atau bukan. Aku diajarkan untuk berbesar hati memanggilmu dengan sebutan ibu. Maka jangan kecewakan Tuhan yang berbaik hati mengirimkan anak untukmu bu"
Aku pun keluar dan kulihat sekilas ada air mata mengalir di pipi ibuku. Itu artinya apa, kenapa, ada apa..
"bu.." ucapku memecah keheningan, memanggil namun menatap rintik hujan, memanggil dengan keraguan, dan menuliskan 'Hope' pada kaca jendela.
"ya.." namun dia menyahut sambil memandang tabletnya,
"apa ibu tau 3 kata sakti?" sahutku lagi
"apa ibu harus tau?" dan aku termenung, ya.. apakah ibuku harus tau? apakah ibuku harus tau betapa aku ingin dihargai, betapa aku ingin dipintai tolong olehnya, dimintai maaf bahkan sekali saja aku ingin mendengar kata terima kasih karena sudah menjadi anaknya yang sangat penyabar. Aku menginginkan itu semua.
"emang apa neng 3 kata sakti, bang maman jadi penasaran" supirku menyahut, seperti biasa bang maman sangat ramah, sudah terbiasa dengan suasana dingin dirumah namun selalu menyambutku dengan kehangatan mentari
"terimakasih, tolong dan maaf" ucapku pendek, menunggu respon dari ibuku, namun rasanya dia tidak tergugah sama sekali.
"kata tante itu adalah cara sederhana bagaimana kamu belajar menghargai orang lain ataupun diri sendiri" lanjutku dan ibu masih belum memutuskan untuk menanggapi. Aku tau cara ini tak akan berhasil.
"katakan tolong pada seseorang yang kamu mintai tolong, katakan terima kasih kepada Tuhan karena telah memberikan anak dan katakan maaf karena tidak bisa selalu berada disisi yang membutuhkan" aku mengibaratkan itu semua untuk ibuku dan aku berhasil, membuat ibuku bergerak lalu melirikku
"kamu jadi berisik sekarang ya" satu kalimat dan aku langsung terdiam, memandang rintik hujan yang berubah menjadi deras, menampilkan kekelaman alam, mengusir debu dan membawanya kepada hatiku yang kosong.
3 hari bersamanya dan 3 hari aku hanya memandang pegunungan dan kebun teh dari kejauhan. Aku seperti pindah lokasi untuk berdiam diri saja. Bang Maman telah lama pergi meninggalkan kami berdua dan pulang kerumahnya yang memang dekat sini. Ibu masih sibuk dengan tablet dan laptopnya. Kami hanya bertemu saat makan malam tanpa bicara hanya kesunyian yang mencekam dan aku semakin membenci semua hal ini.
"sampaikan salamku" ucap ibu ketika kami sudah kembali pada pintu gerbang tante yang sudah karatan
"bu, tataplah aku sebentar" kataku sambil memandangnya,
"bu, tataplah aku sebentar" kataku mengulangi
"bu tataplah aku sebentar" aku mulai memohon, namun ibuku tak bergeming, dia hanya menatap keluar jendela dimana tanteku telah duduk disana dengan bibi yang menyisir rambutnya.
"entah kamu menganggapku apa, anak atau bukan. Aku diajarkan untuk berbesar hati memanggilmu dengan sebutan ibu. Maka jangan kecewakan Tuhan yang berbaik hati mengirimkan anak untukmu bu"
Aku pun keluar dan kulihat sekilas ada air mata mengalir di pipi ibuku. Itu artinya apa, kenapa, ada apa..
No comments:
Post a Comment