Nama : Christina A. S.
NPM : 21210583
Kelas : 1 EB 17
Tema : Keberatan kaum Non Katolik terhadap Gereja Katolik
“ Masalah berkenaan dengan Katolik “
“Kaum Kristiani adalah misionaris yang bertujuan mengKristenkan Indonesia”
Anggapan yang cukup mencengangkan memang dimana ada anggapan bahwa kaum Kristiani dipandang sebagai misionaris yang bertujuan untuk mengkristenkan Indonesia. Di tengah maraknya pengrusakan dan Intimidasi terhadap kaum Katolik sendiri. Masalah pengkristenan ini pun sudah diangkat dalam perbincangan hangat walau dalam dunia maya. Namun, cukup luas dalam hal pengaksesannya.
Sebetulnya apakah yang mendasari pemikirannya, sehingga mencetuskan hal yang cukup luar biasa ini. Ditengarai bahwa ini tercetus manakala, kaum kristiani yang terlalu menggembor-gemborkan menjadi kaum tertindas dan banyak gereja yang mengalami pengrusakan disaat pertumbuhan gereja dibumi pertiwi sendiri menembus angka yang cukup fantastis. Lalu sebenarnya ada apa dengan ini semua?
Padahal saya sendiri merasa pembangunan Gereja di Indonesia ini cukup sulit, mengingat kami hanya kaum minoritas ditengah kaum mayoritas yang berbasis pada Islam. Saya pun memberikan pernyataan seperti ini, karena gereja saya sendiri belum sempat terbangun namun sudah sering terusik. 12 tahun kami menunggu dan tak kunjung mendapatkan ijin, begitupula dengan gereja yang lain, yang belum mendapatkan restu dari sang Pemerintah untuk mendapatkan ijin pembangunan, dan ketika ia sudah mendapatkan ijinnya ada saja yang tidak menyukai dan tetap ada saja masyarakat yang tidak setuju akan pembangunan gereja, sebutlah Stasi Albertus yang pernah menjadi amukan warga dan dirusak. Walau belum tuntas pembangunannya namun ini menjadi hal yang cukup diperbincangkan. Ini perlu juga ditegaskan manakala dapatkah kami mengkristenkan Indonesia padahal bangun gereja saja sulit.
Namun, secara tegas ini ditangkis dengan mengeluarkan pernyataan, gereja itu sebenarnya didirikan untuk apa, kecuali untuk mengkristenkan Indonesia. para pemberat itu mengatakan Masjid punya alasan yang sangat kuat untuk apa didirikan, salah satunya adalah perintah dari Nabi Muhammad saw, dan jelas tertulis dalam kita suci Islam. Disini pun mulai muncul pembenaran-pembenaran akan agamanya masing-masing dengan mendasari bahwa agamanyalah yang paling benar. Dalam agama dengan masyarakat plural sebenarnya ini sangat dilarang keras. Menganggap agamanya paling benar. Karena ini dapat memicu adanya konfrontasi akan kesalahpahaman yang berkelanjutan.
Memang cukup banyak masalah yang terlilit dalam keagamaan. Masalah sensitive yang bila disentuh sedikit dapat meledak. Sebenarnya ini tak perlu terjadi dan tak harus terjadi karena pada dasarnya agama adalah suatu pegangan dan pedoman dalam hidup. Pengarah akan kehidupan baik menurut sang pencipta untuk menciptakan manusia yang lebih beradab dan berakhlak.
Masalah pun tak hanya terhenti pada pendirian gereja yang sulit dan dianggap oleh kaum Muslim sebagai tata cara perundang-undangan yang sudah diatur dan harus ditaati karena sedianya kaum Muslim yang menjadi minoritas pun cukup disulitkan, adalah tentang patung-patung. Gereja yang menempatkan patung dalam gereja dianggap musyrik atau percaya pada patung-patung/menyembah patung-patung, menduakan Tuhan. Namun sejatinya bukan itulah maksud kami. Patung sendiri dipakai sebagai media dimana agar umat lebih berkonsentrasi, seperti pemakaian tasbih pada umat muslim yang dipakai sebagai sarana konsentrasi, agar komunikasi antar Tuhan dan manusia itu sendiri menjadi lebih terkontrol dan khusyuk. Namun penjelasan ini rasanya sangat kurang karena nyatanya, patung 3 mojang Bandung yang terpajang apik di pelataran Harapan Indah ‘terpaksa’ diturunkan karena di sebut-sebut sebagai patung Bunda Maria. Entah atas motif apa pernyataan yang aneh itu keluar namun yang pasti pengetahuan akan sesama agama sangat kurang dan pembicaraan antar pemuka agama masih dirasa belum cukup.
Perihal tentang Bunda Maria pun seyogyanya perlu dijelaskan, karena ini menyangkut tentang banyaknya salah paham akan keberadaan Bunda Maria itu. Bahkan dari saudara kita yang Protestan pun ditanyakan, kenapa kita sungguh menghormati Bunda Maria, menempatkannya dalam tempat yang indah (katakanlah Goa Bunda Maria). Sesungguhnya kita menghormati Bunda Maria karena Ia telah melahirkan bagi kita Juru Selamat dan jalan hidupnya bisa kita jadikan tauladan, baik untuk saling mengasihi ataupun kebaikan-kebaikannya. Dan perlu diingat bahwa Ia dengan setia mendampingi Yesus, puteranya dalam menghadapi baik suka ataupun duka. Dengan setia mendoakannya. Sungguh kita yang mengerti sangat mengaguminya, namun sayangnya lebih banyak yang tidak tahu dan inilah yang menyebabkan kesalahpahaman itu.
Lalu, kita pun diterpa oleh kabar dari negeri tetangga Malaysia. Bahwa penggunaan Allah tidak boleh dipakai diluar konteks daripada Islam. Ini didasarkan bahwa Allah hanya berada pada Islam. Memang Malaysia yang mengakui agama Islam sebagai agama resmi Negara mempunyai perundang-undangan yang sangat ketat mengenai tata cara berkenaan Islam.
Kasus yang sudah bermula tahun 2007 ini kembali memanas setelah Mahkamah Tinggi Kuala Lumpur pada 31 Desember 2009 membenarkan penggunaan kata ''Allah'', sebagai pengganti kata Tuhan, oleh surat kabar Katholik Herald-The Catholic Weekly terbitan Gereja Katolik Roma, Malaysia.
Alkisah, kaum Muslim di Malaysia, diwakili pemerintah Malaysia, berkeberatan dengan keputusan tersebut dan mengajukan banding ke peradilan yang lebih tinggi. Di Malaysia, masalah ini memang sangat menyita perhatian publik. Pada 1 April 2009 lalu. Bagi kaum Muslim dan pemerintah Malaysia, pelarangan penggunaan nama Allah bagi kaum non-Muslim memang memiliki dasar hukum yang kuat. Sebab, di hampir seluruh negara bagian di Malaysia, memang ada peraturan yang melarang kaum non-Muslim menggunakan sejumlah istilah khas dalam Islam, seperti Allah, Baitullah, Rasulullah, dan sebagainya.
Kaum non-Muslim dilarang menyebarkan agama mereka kepada kaum Muslim. Sebab, sesuai konstitusi Malaysia, salah satu tugas pemerintah adalah melindungi akidah Islam. Di Malaysia, istilah Melayu identik dengan Islam (sebaliknya, di Indonesia, banyak yang memahami istilah “Melayu” identik dengan “lagu dangdut”). Kamus Dewan yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur, 1989, juga menegaskan keidentikan antara Islam dengan Melayu. Disebutkan, bahwa istilah “masuk Melayu” mempunyai dua arti, yaitu (1) mengikut cara hidup orang-orang Melayu dan (2) masuk Islam. Menyadari pentingnya kedudukan akidah Islam untuk menjaga ketahanan masyarakat Malaysia, Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) – satu institusi Islam resmi di bawah pemerintah Melaysia -- menyatakan:
Alkisah, kaum Muslim di Malaysia, diwakili pemerintah Malaysia, berkeberatan dengan keputusan tersebut dan mengajukan banding ke peradilan yang lebih tinggi. Di Malaysia, masalah ini memang sangat menyita perhatian publik. Pada 1 April 2009 lalu. Bagi kaum Muslim dan pemerintah Malaysia, pelarangan penggunaan nama Allah bagi kaum non-Muslim memang memiliki dasar hukum yang kuat. Sebab, di hampir seluruh negara bagian di Malaysia, memang ada peraturan yang melarang kaum non-Muslim menggunakan sejumlah istilah khas dalam Islam, seperti Allah, Baitullah, Rasulullah, dan sebagainya.
Kaum non-Muslim dilarang menyebarkan agama mereka kepada kaum Muslim. Sebab, sesuai konstitusi Malaysia, salah satu tugas pemerintah adalah melindungi akidah Islam. Di Malaysia, istilah Melayu identik dengan Islam (sebaliknya, di Indonesia, banyak yang memahami istilah “Melayu” identik dengan “lagu dangdut”). Kamus Dewan yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur, 1989, juga menegaskan keidentikan antara Islam dengan Melayu. Disebutkan, bahwa istilah “masuk Melayu” mempunyai dua arti, yaitu (1) mengikut cara hidup orang-orang Melayu dan (2) masuk Islam. Menyadari pentingnya kedudukan akidah Islam untuk menjaga ketahanan masyarakat Malaysia, Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) – satu institusi Islam resmi di bawah pemerintah Melaysia -- menyatakan:
"Kerajaan tidak pernah bersikap sambil lewa dalam hal-hal yang berkaitan dengan akidah umat Islam. Segala pendekatan dan saluran digunakan secara bersepadu dan terancang bermula dari pendidikan hinggalah ke penguatkuasaan undang-undang semata-mata untuk melihat akidah umat Islam terpelihara di bumi Malaysia". (Lihat, http://www.islam.gov.my/e-rujukan/islammas.html).
Jadi, dalam soal kenegaraan, Malaysia memang beda dengan Indonesia. Meskipun jumlah umat Muslim hanya sekitar 60 persen, Malaysia dengan tegas menyatakan dirinya sebagai kelanjutan Kerajaan-kerajaan Melayu Islam, dan Islam ditempatkan dalam konstitusi negara sebagai agama negara (agama Persekutuan). Dalam kaitan inilah, pemerintah Malaysia melarang penggunaan kata "Allah" untuk penerbitan buku dan referensi kaum non-Muslim di negara itu. Malaysia juga pernah menyita belasan ribu kitab suci umat Kristen, Alkitab, yang diimpor dari Indonesia yang menggunakan kata "Allah."
Majalah Katolik Herald edisi bahasa Inggris memang tidak menggunakan kata Allah. Tapi, kata Allah mereka gunakan untuk edisi bahasa Melayu. Karena itulah, kaum Muslim di Malaysia melihat, ini salah satu indikasi jelas, bahwa ada tujuan ”misi Kristen” di balik penggunaan kata Allah tersebut. Tapi, kaum Katolik di Malaysia berkeberatan dengan larangan pemerintah atas penggunaan kata "Allah" di media mereka. Gugatan kaum Katolik ini kemudian dikabulkan oleh pengadilan. Hanya saja, pada 4 Januari 2010, pemerintah Malaysia mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tinggi itu. Pemerintah juga meminta agar putusan pengadilan itu ditangguhkan, sampai muncul putusan atas banding itu.
Masalah penggunaan kata ”Allah” di Malaysia ini telah menyita perhatian dunia internasional. Pelarangan penggunaan kata ”Allah” di Malaysia sebenarnya sudah berlangsung sejak awal tahun 1980-an. Sejumlah media di Indonesia –baik cetak maupun elektronik– pun ikut menyiarkan berita di Malaysia tersebut. Apalagi, menyusul keputusan Pengadilan Tinggi, terjadilah penyerangan terhadap sejumlah geraja di Malaysia. Ditengarai, serangan itu dilakukan akibat marahnya sebagian kaum Muslim atas keputusan tersebut.
Sikap umat Islam di Malaysia sendiri terbelah. Jika pemerintah Malaysia –yang didominasi Partai UMNO-- melarang penggunaan kata Allah oleh kaum Kristen, sikap sebaliknya ditunjukkan oleh Partai Islam se-Malaysia (PAS). Partai yang sering dikategorikan sebagai ”partai Islam” ini justru menyatakan tidak keberatan dengan penggunaan kata "Allah" sebagai alternatif kata Tuhan untuk kalangan non-Muslim. Menurut PAS, kata Allah bisa digunakan oleh para penganut agama keturunan Nabi Ibrahim -yang dikenal oleh umat Nasrani dan Yudaisme sebagai Abraham.
Harian yang terbit di Malaysia, The Star, melaporkan adanya pertemuan Dewan Pimpinan PAS, pada 4 Januari 2010, yang menghasilkan keputusan tersebut. Presiden PAS, Hadi Awang, menyatakan, bahwa penggunaan kata Allah di luar non-Muslim ada syaratnya, yakni kata ”Allah” tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan yang bisa mengganggu kerukunan beragama di Malaysia.
Majalah Katolik Herald edisi bahasa Inggris memang tidak menggunakan kata Allah. Tapi, kata Allah mereka gunakan untuk edisi bahasa Melayu. Karena itulah, kaum Muslim di Malaysia melihat, ini salah satu indikasi jelas, bahwa ada tujuan ”misi Kristen” di balik penggunaan kata Allah tersebut. Tapi, kaum Katolik di Malaysia berkeberatan dengan larangan pemerintah atas penggunaan kata "Allah" di media mereka. Gugatan kaum Katolik ini kemudian dikabulkan oleh pengadilan. Hanya saja, pada 4 Januari 2010, pemerintah Malaysia mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tinggi itu. Pemerintah juga meminta agar putusan pengadilan itu ditangguhkan, sampai muncul putusan atas banding itu.
Masalah penggunaan kata ”Allah” di Malaysia ini telah menyita perhatian dunia internasional. Pelarangan penggunaan kata ”Allah” di Malaysia sebenarnya sudah berlangsung sejak awal tahun 1980-an. Sejumlah media di Indonesia –baik cetak maupun elektronik– pun ikut menyiarkan berita di Malaysia tersebut. Apalagi, menyusul keputusan Pengadilan Tinggi, terjadilah penyerangan terhadap sejumlah geraja di Malaysia. Ditengarai, serangan itu dilakukan akibat marahnya sebagian kaum Muslim atas keputusan tersebut.
Sikap umat Islam di Malaysia sendiri terbelah. Jika pemerintah Malaysia –yang didominasi Partai UMNO-- melarang penggunaan kata Allah oleh kaum Kristen, sikap sebaliknya ditunjukkan oleh Partai Islam se-Malaysia (PAS). Partai yang sering dikategorikan sebagai ”partai Islam” ini justru menyatakan tidak keberatan dengan penggunaan kata "Allah" sebagai alternatif kata Tuhan untuk kalangan non-Muslim. Menurut PAS, kata Allah bisa digunakan oleh para penganut agama keturunan Nabi Ibrahim -yang dikenal oleh umat Nasrani dan Yudaisme sebagai Abraham.
Harian yang terbit di Malaysia, The Star, melaporkan adanya pertemuan Dewan Pimpinan PAS, pada 4 Januari 2010, yang menghasilkan keputusan tersebut. Presiden PAS, Hadi Awang, menyatakan, bahwa penggunaan kata Allah di luar non-Muslim ada syaratnya, yakni kata ”Allah” tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan yang bisa mengganggu kerukunan beragama di Malaysia.
Masalah demi masalah yang saya jabarkan adalah perihal yang berkenaan dengan keberatan para kaum Non Katolik terhadap Katolik, yang dasarnya telah terselesaikan dengan cukup damai. Masalah ini pun bukan dijadikan acuan untuk kita saling membenci namun untuk dijadikan pembelajaran dan renungan. Agar setidaknya dalam masyarakat plural ini tidak perlu terjadi plural agama juga. Agama adalah benar adanya. Tidak ada yang dapat menangkis agama itu salah dan keselamatan tidak ada didalamnya ketika agama itu mengajarkan yang benar dan menuntun kepada jalan yang lurus.
Tuhan Memberkati
Referensi :
www.vivanews.com
No comments:
Post a Comment