Gimana kabar hatinya? semoga masih utuh ya hingga sempat dibagikan.Cerita kali ini berasal dari kencan antara gue dan Ibu gue tersayang. Dimana gue memberikan surprise tiket ke Bali sebaik-baiknya bakti anak yang sering banget ngutang ke Ibunya tiap akhir bulan.
Seminggu sebelumnya dengan muka usil gue melipat tiket pesawat dan meletakannya di meja tempat Ibu biasa catat orang yang suka ngutang di warungnya, kala itu gue berharap dia akan membukanya-kaget-terharu-berlari memeluk gue. Namun kenyataan emang enggak semanis tukang gemblong langganan gaes. Nyokap cuman bolak balik kertas itu, diliatnya enggak ada space kosong buat nulis utang langsung diremes. Caranya ngeremes persis kayak ngeremes hati gue... eh buset meski gue tahu itu tiket bisa di reprint ya enggak langsung digituin juga kale Ibu tersayang. Sejadinya gue langsung istighfar disertai kernyitan Ibu.
Singkat kata setelah penjelasan panjang dikali kali, Ibu akhirnya paham dan berakhirlah kami di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta seminggu kemudian diiringi rasa jantung berdegup kencang memulai petualangan kami berdua. BERDUA -zoom in zoom out- Betewe ini kilas balik ya kawan, karena pada akhirnya gue siap membagikan kebahagiaan hakiki ini sama kalian, muah :*
13 Sept 2018
Jam 17.00 gue dan Ibu sudah bersiap hati dan mental mengarungi pulau yang baru pertama kali kami kunjungi, menjadi lebih spesial karena ini pertama kalinya Nyokap naik pesawat, ngebuat gue ikutan merasakan euforia disekelilingnya. Damri menjadi pilihan bagi kami berdua, selain karena terminalnya dekat dengan rumah, dirasa itu adalah salah satu kendaraan paling efektif.
Untunglah kami bersiap dengan berangkat lebih awal karena ternyata kita tiba di Bandara jam 21.00. Luar biasa emang jalanan Jakarta.
BALI, KAMI SIAP!
14 Sept 2018
Jam 01.00 tepat kami sampai di Bali, senyum merekah disertai dengan degupan jantung seperti menghalangi dinginnya Bali di tengah malam itu.
Setelah mengumpulkan kesadaran gue karena perbedaan waktu 1 jam lebih cepat gue pun langsung memesan Gocar dan pergi ke terminal keberangkatan, karena Ojek Online bolehnya nongkrong disitu.
Jalanan Bali yang nampak sepi ditembus dengan obrolan gue dan supir Gocar. Benar saja hanya butuh 15 menit jarak antara Bandara dengan NB Bali Guest House, tempat yang kami tinggali. Sebenarnya ini juga awalnya salah pesan tapi akhirnya malah jadi sebuah rasa syukur yang tidak terkira, apa itu baca sampai akhir cerita ya kawan.
Kami pun beristirahat sampai kesadaran pulih, hari ini kami berniat dengan mengisi kegiatan yang ringan-ringan saja.
Awalnya kami mencari makan siang disekitar penginapan dan ketemulah kami dengan Ayam Betutu Gilimanuk kalau cari enak sih tempat makan ini rekomendasi banget tapi kalau cari murah bukan disini tempatnya.
Perut kenyang senyum mulai mengembang Monumen Bajra Sandhi menjadi target kami berikutnya. Dengan modal motor dan headset nyolok di handphone demi gmaps mode suara jadilah gue berasa kenal banget sama area Bali (Mafhum Ibu enggak bisa baca peta, offline aja enggak paham apalagi peta online, yang dia khatam diluar kepala adalah jarak antara rumah dan pasar).
Monumen Bajra Sandhi ini semacam Monasnya di Bali nama lainnya adalah monumen perjuangan rakyat Bali dimana kalian bisa dapetin 17 anak tangga di pintu utama, 8 tiang agung didalam gedung monumen dan tingginya kira-kira 45 meter. Didalamnya juga terdapat diorama bagaimana perjuangan Rakyat Bali dalam menghadapi penjajah. Jangan lupa sempatkan mampir ke puncak menara dan kalian akan disuguhi hal luar biasa mengenai Bali dalam persepktif yang berbeda.
Disini kami menghabiskan waktu cukup lama, karena suasana teduh dan semilir angin yang disuguhkan rasanya membuat kami duduk di bangku panjang dan menikmatinya sejenak. Tak pelak Ibu jatuh tertidur manakala angin datang menghampiri.
Dirasa cukup menikmati angin sembari mengenal Monumen Bajra Sandhi, kami melanjutkan ke Museum Bali saat kami berkunjung ke Museum Bali sedang digalakkan pemugaran hingga hanya beberapa ruangan yang bisa gue masuki. Yang menarik dari Museum Bali ini adalah tata letak dan cahaya yang redup dengan segala barang pameran yang kebanyakan mistis. Entah sebuah keberuntungan atau apa, ditempat ini cuman ada gue dan Ibu yang memilih untuk duduk menikmati angin dan suara gamelan dari Pura yang terletak persis disebelah Museum menjadikan tempat ini bahkan lebih syahdu lagi.
Gue menjelajah tanpa distraksi apapun, ibaratnya suara nafas gue aja bisa gue denger. Museum ini dibagi menjadi tiga bagian dan serius buat kalian yang suka museum kalian harus mampir, disini kalian akan sadar Bali otentik banget. Yaah setelah melihat monumen perjuangan dan berkunjung ke museum kalian akan paham bagaimana setidaknya adat istiadat juga sedikit misteri yang menyelubunginya.
Kelar gue berkeliling dan Ibu cukup dengerin gamelan dari Pura sebelah kami pindah nongkrong di lapangan Puputan yang terletak persis didepannya. Sambil makanan serombotan yang ajib banget perpaduan sayuran dengan sambal Nyuh, bumbu kacang dan Unyah Sere Limo ditemani segelas teh poci dengan tontonan orang main catur di taman pinggir lapangan rasanya penutup hari itu udah mantep banget, apalagi dengerin pedagang pecel yang lihai banget sama kata-katanya rasanya gue jadi ikutan tersenyum sore itu.
Eh tapi ternyata enggak berhenti gitu aja, karena lagi ada di Denpasar kami memutuskan untuk mampir juga di Toko Erlangga 1 dan 2 dimana kami memuaskan diri melihat-lihat dulu. Ibu termasuk orang yang memikirkan tetangga jadi setidaknya gue paham dia pengen membelikan tetangga yang udah baik banget sama dia selama ini. Puas lihat harga kami pun memutuskan menyudahi hari itu, yaah namanya pergi sama orang tua jangan sampai terlampau malam, kesian.
Pulangnya kami membeli nasi goreng dan mencoba membeli martabak telor Bali punya. eeh dilalahnya pedagangnya ternyata orang Surabaya alhasil dia sama Ibu nyambung ngobrolnya haha..
Yang gue tahu kemudian di Bali sendiri martabak kalah tenar dibanding terang bulan cuman berhubung gue kurang selera sama terang bulan akhirnya gue beli martabak telornya aja dengan sambal fried chicken.
15 Sept 2018
Khusus hari ini kami berganti kendaraan dari motor menjadi mobil, karena perjalanan menuju daerah Badung-Tabanan katanya sangatlah jauh, orang bilang sih ini puncaknya Bali. Nah kontaknya sendiri gue dapetin dari kawan yang udah biasa hilir mudik di Bali dan harganya murah banget sangat sangat jauh dengan yang ditawarkan dari pemilik guesthouse.
I NYOMAN (0812-3630-2851)
Gue sukanya selain dia memang kerjaannya nganterin orang, caranya ngeguide dan kesopanan mutlaknya sangat membuat gue tersentuh.
Tujuan pertama kita hari ini adalah Wisata Taman Ayun, dimana dalam cerita klasik Adhiparwa menggambarkan gunung Mahameru yang mengapung di tengah lautan susu. Ini salah satu meru-meru terbaik sih yang gue lihat maka pantas ya dinobatkan menjadi warisan benda oleh UNESCO. Puas kami pun beralih ke Wisata Ulun Danu Beratan nah kalau yang ini mah semua pasti ngeh ya.. apalagi kalau udah buka lembaran lima puluh ribu rupiah. Gue lihat disini pun sedang ada pengembangan. Keren lah pokoknya tak lupa disini kami menghabiskan dengan duduk sejenak dan sekali lagi ditemani semilir angin sembari bercanda. Kalau ditanya quality time dan liburan itu seperti apa gue rasa definisi gue dan Ibu memiliki nada yang sama. Duduk dengan pemandangan yang berbeda menikmati angin sembari membicarakan angan asa ataupun hal-hal sekitar yang ternyata sangat lucu bila ditertawakan.
Dari sini kita melipir ke Warung Kampung Pedas, kebetulan karena Ibu menghindari yang haram sedangkan gue doyan banget akhirnya pilihan menjadi agak terbatas dan melipirlah kami, ini sih bukan rekomendasi gue ya. Mungkin kalian bisa mampir ke secret garden kalau berada disini, ya itung-itung sekalian.
Kelar makan kami melanjutkan ke Pura Tanah Lot tapi karena saat sampai disini sudah sore jadi air pun pasang, namun bukan Bali namanya jika tidak menjanjikan hal lain yang bisa dinikmati. Gue pun menghabiskan senja menyeruput es kelapa sembari mendengarkan nyanyian ombak.
Dari sini karena kebetulan naik mobil dan ternyata tiba lebih cepat kami mampir dulu ke Krisna Oleh-oleh Khas Bali yang tersohor itu, membeli beberapa camilan lalu dengan cepat berpindah ke Warung Pedas Bu Andika dan disini gue baru bilang lidah kita sama Bu Andika, pedesnya top harganya mantep. sesuai dengan budget backpackeran euy.. hihi..
16 Sept 2018
Semangat datang lebih cepat, hari ini dimulai dengan ketidaksabaran memulai petualangan. Hari ini kami kembali menjadi rider, gue dan kuping pun bersiap mendengarkan embak-embak peta memandu dengan suara khasnya, sepertinya gue udah mulai jatuh cinta sama suaranya dah haha..
Di Bali selain mencoba bermacam makanan kami juga mencoba makanan umum yang ada di tanah Jawa, salah satunya Mie Ayam Bakso yang rasanya sama eh ternyata yang jualan asalnya dari Jawa, yaelah.. salah udah haha..
Daerah yang akan kami jelajahi hari ini pertama adalah Katedral Roh Kudus untuk sejenak beribadah didaerah Denpasar lalu beranjak ke daerah Ubud tepatnya Mandala Wisata Wenara Wana atau kerennya Sacred Monkey Forest atau Monkey Forest Ubud, iyah ini adalah ketika si cantik Julia Robert lagi sepedaaan dengan asiknya, gue mah boro ngeliat sepeda dimari ngeliatnya semua orang jalan kaki. Nah Ibu kebetulan seneng banget disini karena banyak monyet yang menurutnya lucu dan satu lagi katanya mengingatkannya pada kampung halaman yang gue sendiri enggak menyangka dulu kampung halaman Ibu bergelimpangan monyet. Monyet mengingatkan gue pada kisah Heroik si Hanoman yang memunculkan kenangan kisah cinta Ramayana dan Sinta dalam benak gue yang akhir-akhir ini disanggah pake cerita Sudjiwo Tedjo dalam bukunya yang berjudul Rahvyana:Aku Lala Padamu.
Beranjak dari sini kami pun menyusuri jalan menuju Wisata Kopi Bali Pulina, disini kita akan belajar bagaimana memproses kopi luwak dari binatang itu sendiri, proses pemilihan biji, sangrai sampai kepada mesinnya. Namun karena sudah menjelang sore maka proses melalui mesin sudah lewat.
Gue dan Ibu duduk berduaan menikmati tester minuman disini yang disajikan dalam nampan panjang dengan kopi luwak yang dipesan spesial. Jadi tiket masuknya bisa kalian tukarkan dengan salah satu minuman dari tester tersebut, jangan khawatir selain menikmati minuman itu kita juga disuguhi makanan pendampingnya. Oke lengkap. Sore ini gue seakan bercerita pada langit dan Ibu bercerita pada gue. Kita habiskan dengan saling bertukar cerita, seakan waktu-waktu yang sebelumnya dihabiskan bersama tidak akan pernah kehabisan cerita. Kenangan, baik itu mengenang ataupun dikenang, diingat selalu agar bisa dikeluarkan dalam nuansa seperti ini. Menyeruput sedikit demi sedikit sembari menikmati pemandangan hamparan hijau didepan mata.
Perjalanan pulang sesekali diisi dengan obrolan kami berdua, dengan pertanyaan pertanyaan dari Ibu yang kadang gue mesti puter otak jawabnya, soalnya kepikiran aja nanya begituan haha..
Ah iya pulangnya kita masih aja nih dapet sunset dan kita dapatnya di Tol Bali Mandara, cocok banget udah nih hari. Meski boleh aja berhenti sebentar memfoto tapi gue memilih menikmati dengan khidmat.
Untuk hari ini kita makan malam berupa Nasi Jinggo yang asli sih gue ketagihan dan enggak paham deh gue padahal itu nasi kucingnya Bali tapi seporsi itu pas di perut gue.
Nb : Untuk budget kami selama di Bali akan ada di episode selanjutnya yaa!
No comments:
Post a Comment