Bali Date 5D6N (Part 2)



Jangan lupa baca part sebelumnya kawan !

17 Sept 2018

Jujur aja di hari keempat ini gue udah beneran apal sama jalanan Denpasar-guest house, kalau dilepas tanpa gmaps cincailah ini gue muter sendirian kayak orang cerdas.
Pagi ini mari kita awali dengan pergi ke pantai Kuta yang katanya udah enggak seindah dulu tapi percayalah laut selalu tempat terbaik buat gue, meski di Bali ini bukan tujuan utama. Bali memiliki daya pikat luar biasa dengan hikayat yang bisa membuat gue merona sendiri. Sihir Bali tidak akan pernah cukup seperti waktu gue ke Belitung terdapat gejolak keindahan pertiwi yang sulit dilukiskan kata.

Bali Date 5D6N (Part 1)



Sore kawan,

Gimana kabar hatinya? semoga masih utuh ya hingga sempat dibagikan.Cerita kali ini berasal dari kencan antara gue dan Ibu gue tersayang. Dimana gue memberikan surprise tiket ke Bali sebaik-baiknya bakti anak yang sering banget ngutang ke Ibunya tiap akhir bulan.

Seminggu sebelumnya dengan muka usil gue melipat tiket pesawat dan meletakannya di meja tempat Ibu biasa catat orang yang suka ngutang di warungnya, kala itu gue berharap dia akan membukanya-kaget-terharu-berlari memeluk gue. Namun kenyataan emang enggak semanis tukang gemblong langganan gaes. Nyokap cuman bolak balik kertas itu, diliatnya enggak ada space kosong buat nulis utang langsung diremes. Caranya ngeremes persis kayak ngeremes hati gue... eh buset meski gue tahu itu tiket bisa di reprint ya enggak langsung digituin juga kale Ibu tersayang. Sejadinya gue langsung istighfar disertai kernyitan Ibu.
Singkat kata setelah penjelasan panjang dikali kali, Ibu akhirnya paham dan berakhirlah kami di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta seminggu kemudian diiringi rasa jantung berdegup kencang memulai petualangan kami berdua. BERDUA -zoom in zoom out- Betewe ini kilas balik ya kawan, karena pada akhirnya gue siap membagikan kebahagiaan hakiki ini sama kalian, muah :*

"Tuh, Kan.."

“Kamu tahu, kalau memiliki berarti siap kehilangan?” ucap Dia, duduk menyerong tidak juga menghadap lawan bicaranya. 

Kamu memiringkan kepalamu, melihat dengan jelas wajah Dia.

“Kenapa harus kehilangan jika yakin saling memiliki?” balas Kamu dengan sengit,
 
“Kamu tahu istilah ini, dalamnya lautan kita tahu, dalamnya hati orang kita tidak pernah tahu.”
 
“Kamu tahu, bahwa ketika kamu pergi kamu bisa saja pamit,” Kamu membalas lagi, kemudian Kamu membetulkan posisi duduk. Posisi duduk kini sama sulitnya dengan posisi hatimu.
Meronta tak tentu arah, menuntut penjelasan yang tak kunjung diberikan.

Pusing-pusing Malaysia 2D3N (Part 2)


Sore Kawan,

Mari kita melanjutkan cerita sebelumnya, jangan lupa dibaca yaa part 1 nya..

Singkat cerita kami sampai di KLIA dengan muka bahagia dan wajah planga plongo. Ternyata begini toh bandara luar negeri.
Waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 pm, kami memang memakai penerbangan terakhir. Karena ini jam tanggung kalau mau check in hotel kami pun memutuskan untuk menginap semalam di bandara.
Sebelumnya kami sempat mencari sudut-sudut strategis yang biasanya direkomendasikan oleh blog-blog traveler tapi sayang banget, penuh semua. Jadi kami mencari sudut paling nyaman.

Meski merem melek, karena tidur beralaskan lantai cukup membuat badan pegal. Jam 05.00 am kami bangun dan mulai berbenah.

Waktu-waktu

sumber
Sumber

Bagi kami waktu hanyalah sekedar angka pada jam di dinding atau di pergelangan tangan mungilmu. Waktu hanyalah isyarat bagi hati yang tersayat.
Kami tidak mengenal waktu, waktulah yang harus mengenal kami.
Kami tidak mengenal siang dan malam, namun kami tahu malam sama berbahayanya bagi jiwa yang kelaparan.
Jadi, beginilah kami dalam situasi ini.
Siang kami akan menghabiskan kesibukan diluar sana,
Malam kami akan saling memeluk untuk melindungi dari kejamnya dunia.
Dunia kejam?
Rasa-rasanya ada yang janggal, dunia tidak lebih kejam daripada penghuningnya.
Maka izinkan aku menggantinya dengan melindungi dari kejamnya sesama kami.

Aku dan Penyesalan

Banyak yang kusesalkan didunia ini, yang tidak mampu kuatasi dengan baik.
Sama banyaknya dengan kejadian-kejadian yang membuatku tidak mampu memaafkan diriku sendiri.
Luka lama yang dipelihara, tanpa ampun dan pamrih memaafkan diri sendiri.
Menendang keluar segala kearifan dan kebijakan bahwa kesalahan itu murni dari diri sendiri tanpa melihat maaf diselanya.
Aku berdosa tanpa cela.
Dan aku terjebak pada hal itu.
Sampai sesak nafas ini,
Sampai sesak dada ini,
Sampai kadang hilang sadarku didunia ini.

Aku terbebani dosaku sendiri.

Penghuni Hujan

Sumber

Apakah kalian selalu memaki hujan?
Apakah kalian selalu menyesal melihat hujan?
Apakah kalian merasa terbebani dengan hujan?
Kalau kalian tanyakan ini kepadaku, maka biarkan aku menari tak tentu arah dibawah guyuran hujan. Merasakan tiap tetesnya menyentuh kulitku dan menjadikan bagiku sebuah kebanggaan dapat bebas layaknya burung tak bertuan, bebas dan tanpa beban. Bebas lalu merasakan sedih. 

Ya, bukankah hujan selalu merasakan kesedihan? 
Manakala dia kembali ke bumi ketika sebentar saja dia merasakan kebersamaannya bersama awan?
Awan telah membawanya naik dari dunia, membawanya mengelilingi tempat-tempat yang indah dan menakjubkan, awan membawanya kepada sebuah dunia baru yang terlihat dari atas sana, awan membawanya kepada sebuah kesenangan yang tak akan pernah dirasakannya diatas dunia. 
Namun, kebersamaan itu hanyalah sebentar ketika awan dan air tidak dapat ditakdirkan bersama. Mereka harus berpisah dan menunggu waktu untuk menghantarkan kembali apa yang seharusnya bersatu.
--0--