Lupa itu emang engga ada obatnya selain inget sih,
tapi ya kalau engga inget sami mawon,
kayak miwon yang dimakan siwon,
jadi pusing kalau kebanyakan micin.
Engga berpanjang-panjang tragedi ini berawal dari gue yang lupa memperpanjang SIM dan malah asik lamaran (ucapin selamat dulu dong bro, lagi pamer nih).
Lewat sebulan baru sadar kalau SIM mati. Mampus. Bagus.
Akhirnya dengan inisiatip tinggi dan kepepet butuh juga karena kerjaannya AKAP (Antar Kota Antar Propinsi) maka wajib hukumnya bikin SIM baru lagi.
Iya, kalian ga salah baca.
“Barangsiapa yang tidak memperpanjang SIM-nya biar telat sehari dari waktu yang ditentukan wajib hukumnya untuk membuat SIM BARU”
Halo Kawan!
Udah lama ga ngupdate blog, semoga google ga melupakan blog gue haha..
Oke jadi hari ini kemana kami?
Pada libur panjang kemarin ketika orang-orang berarak menuju puncak, pulang kampung atau travelling ke berbagai tempat.
Udah lama ga ngupdate blog, semoga google ga melupakan blog gue haha..
Oke jadi hari ini kemana kami?
Pada libur panjang kemarin ketika orang-orang berarak menuju puncak, pulang kampung atau travelling ke berbagai tempat.
Inget masih suasana pandemi yaaa jadi jangan lupakan 3M,
menjaga jarak-memakai masker-mencuci tangan
Biar libur panjang karena masih ga berani untuk travelling gue memutuskan untuk berziarah ke Goa Maria Kanada. Sebelumnya gue cukup rajin setidaknya setahun sekali ke Rangkasbitung untuk berziarah.
Kali ini juga suasana berbeda disuguhkan oleh GM Kanada dan gue juga udah bawa seseorang yang spesial, rekan perjalanan sehidup semati kedepannya, yap Alpha.
Berangkat jam 05.30 wib ketika orang rumah belum ada yang terbangun,
Menaiki motor kesayangan kami berangkat menuju stasiun, berhubung Rangkasbitung itu jauh banget maka gue sendiri merekomendasikan menggunakan kereta api.
Sore Kawan!
Petualangan tahun 2019 yang baru sempat ditulis tahun 2020 ini berasal dari Sukabumi.
Setelah beberapa tahun silam sempat mampir ke sini akhirnya kembali lagi kemari.
Bersama dengan janji jalan bareng @atpurnomo kali ini crew yang terlibat berjumlah 6 orang.
Adi, Elvan, Siti, Indah, Gue dan satu lagi sumpah loh gue lupa namanya (jika baca maafkan hamba ya)
Mengenyangkan perut dan menyegarkan diri, jam 22.00 kita pun jalan menuju tujuan Sukabumi.
Go go go..
Perjalanannya sangat menyenangkan manakala mereka semua bocor banget! haha..
Day 1; Puncak Habibie - Pantai Karang Hawu - Geopark
Petualangan tahun 2019 yang baru sempat ditulis tahun 2020 ini berasal dari Sukabumi.
Setelah beberapa tahun silam sempat mampir ke sini akhirnya kembali lagi kemari.
Bersama dengan janji jalan bareng @atpurnomo kali ini crew yang terlibat berjumlah 6 orang.
Adi, Elvan, Siti, Indah, Gue dan satu lagi sumpah loh gue lupa namanya (jika baca maafkan hamba ya)
Mengenyangkan perut dan menyegarkan diri, jam 22.00 kita pun jalan menuju tujuan Sukabumi.
Go go go..
Perjalanannya sangat menyenangkan manakala mereka semua bocor banget! haha..
Day 1; Puncak Habibie - Pantai Karang Hawu - Geopark
Sumber |
Di masa itu ketika semua orang merelakan kepercayaannya pada satu orang pemimpin, merelakan waktu untuk mengagung-agungkan orang tersebut. Bagiku dia nampak sama sebagai manusia, hanya kepercayaan, harkat dan martabatlah yang membuatnya nampak berbeda.
Bukankah memang sebagian orang diciptakan terlihat lebih hingga dipuja puji?
Aku hanya melihat dari kejauhan, kehidupan desa yang damai aman dan senantiasa berbahagia, hidup guyub dan bergotong royong hingga suatu ketika istri sang pemimpin yang dielukan meninggal. Meninggal penuh dengan kemasyuran, semua orang membicarakan kebaikannya selama hidup. Jenazahnya diarak ke kampung-kampung dengan ribuan pengikut. Begitu megah dan penuh keriaan.
Hingga satu kelompok begitu mengagungkan tanggal wafat istri sang pemimpin yang begitu dielukan, di tanggal itulah satu orang akan dikorbankan untuk menjamu istri sang pemimpin.
Kelompok ini begitu menggilai istri sang pemimpin.
Sumber |
Aku terbangun di suatu tempat asing, begitu ramai namun tidak kudengar suara apapun. Mereka terlihat tertawa tapi aku tidak mendengarnya.
Aku melihat sekitarku, orang-orang berkemeja dengan handphone ditangan sibuk hilir mudik. Tidak sepenuhnya tidak kukenal, wajah mereka tidak asing. Aku memegang sakuku, tidak ada dompet disana hanya ada handphone dengan sinyal penuh namun pulsa yang tidak ada.
Aku menunjuk handphone salah seorang yang duduk disana, merasa bahwa dunianya adalah miliknya seorang. Dia meminjamiku namun apa daya, nomor yang kuhubungi tidak tersambung. Sedih.
Aku membalik badanku dan kulihat punggung seseorang yang kukenal, begitu familiar berada di antara keramaian. Aku melihatnya lama, meminta mulut mengeluarkan suara dengan lantang. Aku ingin bantuannya, tercekat, suaraku tidak bisa keluar seperti yang kuingini.
Sumber |
Derai tawa yang tidak akan pernah kulupakan, aku dan seseorang yang kuanggap ibuku duduk diteras sore itu. Memegang gelas berisi minuman kesukaan masing-masing, dia teh aku kopi.
Burung tetangga bersahutan saling mencuit, satu dua kali tetangga mengucapkan permisi. Hanya kontrakanku saja yang memiliki bangku diteras sedangkan yang lain memilih tidak meletakkan apa-apa diteras kontrakannya.
Ibuku berumur 63 tahun, wajahnya tak elak dari keriput namun masih segar berseri, terdapat banyak semangat hingga ajalnya mendekat. Dia tak sekalipun menunjukkan kerapuhan yang digadang-gadang kaum hawa, terlampau kuat dengan welas asih yang membuncah. Asihnya dia curahkan penuh untukku seorang, anak semata wayangnya.
Kupikir kebahagiaan itu akan selamanya ada, hidup sudah cukup sulit dan kami menanganinya bersama, kupikir begitulah selanjutnya hidupku.
Tapi hari itu seseorang menarikku dari ibuku, aku menangis sekencangnya, sekuatnya. Aku tidak ingin berpisah, kukatakan begitu. Ibu tak kuasa menahanku, tenaganya tidak cukup, orang itu terlampau kuat.
Ke Bandung mungkin terdengar biasa aja, alternatif ke sana pun bisa dikatakan banyak.
Mulai dari kereta, bus, mobil pribadi, motor, pesawat atau kalau mau naik kapal laut terus muter kemana-mana dulu juga boleh. Engga ada aturan saklek tergantung mau nyampenya kapan aja gitu.
Nah, engga mau mainstream dan sekalian menikmati perjalanan gue pun memutuskan untuk memakai kereta lokal yang harganya memiliki kearifan lokal pula.
13 Maret 2020
Hari jumat dipilih menjadi hari baik untuk memulai perjalanan ini dengan matahari mentereng bedanya engga sale dimana-mana.
Berhubung naik kereta lokal Walahar Ekspress Nomor 468 jadi harus transit dulu ya di Purwakarta untuk kemudian dilanjutkan ke Bandung.
Harganya berapa?
Cukup ngeluarin kocek 6ribu aja bisa langsung cuss ke Purwakarta ya kawan, belinya bisa on the spot atau lewat KAI Access, tapi gue saranin sih lewat KAI Access aja, bayarnya bisa pake Link kok.
Udah ada yang nonton Nanti Kita Cerita Hari Ini?
Film yang tenar di masa penayangannya, berhubung gue kurang suka film mengenai keluarga gue cuman nunggu film ini di lain kesempatan jika gue bisa nonton.
Waktu penayangannya juga rame banget di twitter, sepotong-sepotong malah dapet spoiler gimana film ini bekerja kepada orang kebanyakan.
Seputaran timeline membahas betapa miripnya mereka dengan kehidupan baik anak pertama, kedua dan ketiga,
“ah gue mirip banget nih sama anak kedua”
“nah ini tuh beban anak pertama”
“manjanya anak ketiga..”
begitu kira-kira.
Dan sejauh itu gue engga menemukan ada yang bilang kehidupannya mirip dengan sosok ayah atau ibu.
“Apakah tidak ada orang tua yang menonton film ini?”
Jujur
aja di hari keempat ini gue udah beneran apal sama jalanan
Denpasar-guest house, kalau dilepas tanpa gmaps cincailah ini gue muter
sendirian kayak orang cerdas.
Pagi
ini mari kita awali dengan pergi ke pantai Kuta yang katanya udah
enggak seindah dulu tapi percayalah laut selalu tempat terbaik buat gue,
meski di Bali ini bukan tujuan utama. Bali memiliki daya pikat luar
biasa dengan hikayat yang bisa membuat gue merona sendiri. Sihir Bali
tidak akan pernah cukup seperti waktu gue ke Belitung terdapat gejolak
keindahan pertiwi yang sulit dilukiskan kata.
Gimana kabar hatinya? semoga masih utuh ya hingga sempat dibagikan.Cerita kali ini berasal dari kencan antara gue dan Ibu gue tersayang. Dimana gue memberikan surprise tiket ke Bali sebaik-baiknya bakti anak yang sering banget ngutang ke Ibunya tiap akhir bulan.
Seminggu sebelumnya dengan muka usil gue melipat tiket pesawat dan meletakannya di meja tempat Ibu biasa catat orang yang suka ngutang di warungnya, kala itu gue berharap dia akan membukanya-kaget-terharu-berlari memeluk gue. Namun kenyataan emang enggak semanis tukang gemblong langganan gaes. Nyokap cuman bolak balik kertas itu, diliatnya enggak ada space kosong buat nulis utang langsung diremes. Caranya ngeremes persis kayak ngeremes hati gue... eh buset meski gue tahu itu tiket bisa di reprint ya enggak langsung digituin juga kale Ibu tersayang. Sejadinya gue langsung istighfar disertai kernyitan Ibu.
Singkat kata setelah penjelasan panjang dikali kali, Ibu akhirnya paham dan berakhirlah kami di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta seminggu kemudian diiringi rasa jantung berdegup kencang memulai petualangan kami berdua. BERDUA -zoom in zoom out- Betewe ini kilas balik ya kawan, karena pada akhirnya gue siap membagikan kebahagiaan hakiki ini sama kalian, muah :*
“Kamu tahu, kalau memiliki berarti siap kehilangan?” ucap Dia, duduk menyerong tidak juga menghadap lawan bicaranya.
Kamu memiringkan kepalamu, melihat dengan jelas wajah Dia.
“Kenapa harus kehilangan jika yakin saling memiliki?” balas Kamu dengan sengit,
“Kamu tahu istilah ini, dalamnya lautan kita tahu, dalamnya hati orang kita tidak pernah tahu.”
“Kamu tahu, bahwa ketika kamu pergi kamu bisa saja pamit,” Kamu membalas lagi, kemudian Kamu membetulkan posisi duduk. Posisi duduk kini sama sulitnya dengan posisi hatimu.
Meronta tak tentu arah, menuntut penjelasan yang tak kunjung diberikan.
Sore Kawan,
Mari kita melanjutkan cerita sebelumnya, jangan lupa dibaca yaa part 1 nya..
Singkat cerita kami sampai di KLIA dengan muka bahagia dan wajah planga plongo. Ternyata begini toh bandara luar negeri.
Waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 pm, kami memang memakai penerbangan terakhir. Karena ini jam tanggung kalau mau check in hotel kami pun memutuskan untuk menginap semalam di bandara.
Sebelumnya kami sempat mencari sudut-sudut strategis yang biasanya direkomendasikan oleh blog-blog traveler tapi sayang banget, penuh semua. Jadi kami mencari sudut paling nyaman.
Meski merem melek, karena tidur beralaskan lantai cukup membuat badan pegal. Jam 05.00 am kami bangun dan mulai berbenah.
Sumber |
Bagi kami waktu hanyalah sekedar angka pada jam di dinding atau di pergelangan tangan mungilmu. Waktu hanyalah isyarat bagi hati yang tersayat.
Kami tidak mengenal waktu, waktulah yang harus mengenal kami.
Kami tidak mengenal siang dan malam, namun kami tahu malam sama berbahayanya bagi jiwa yang kelaparan.
Jadi, beginilah kami dalam situasi ini.
Siang kami akan menghabiskan kesibukan diluar sana,
Malam kami akan saling memeluk untuk melindungi dari kejamnya dunia.
Dunia kejam?
Rasa-rasanya ada yang janggal, dunia tidak lebih kejam daripada penghuningnya.
Maka izinkan aku menggantinya dengan melindungi dari kejamnya sesama kami.
Banyak yang kusesalkan didunia ini, yang tidak mampu kuatasi dengan baik.
Sama banyaknya dengan kejadian-kejadian yang membuatku tidak mampu memaafkan diriku sendiri.
Luka lama yang dipelihara, tanpa ampun dan pamrih memaafkan diri sendiri.
Menendang keluar segala kearifan dan kebijakan bahwa kesalahan itu murni dari diri sendiri tanpa melihat maaf diselanya.
Aku berdosa tanpa cela.
Dan aku terjebak pada hal itu.
Sampai sesak nafas ini,
Sampai sesak dada ini,
Sampai kadang hilang sadarku didunia ini.
Aku terbebani dosaku sendiri.
Sama banyaknya dengan kejadian-kejadian yang membuatku tidak mampu memaafkan diriku sendiri.
Luka lama yang dipelihara, tanpa ampun dan pamrih memaafkan diri sendiri.
Menendang keluar segala kearifan dan kebijakan bahwa kesalahan itu murni dari diri sendiri tanpa melihat maaf diselanya.
Aku berdosa tanpa cela.
Dan aku terjebak pada hal itu.
Sampai sesak nafas ini,
Sampai sesak dada ini,
Sampai kadang hilang sadarku didunia ini.
Aku terbebani dosaku sendiri.
Sumber |
Apakah kalian selalu memaki hujan?
Apakah kalian selalu menyesal melihat hujan?
Apakah kalian merasa terbebani dengan hujan?
Kalau kalian tanyakan ini kepadaku, maka biarkan aku menari tak tentu arah dibawah guyuran hujan. Merasakan tiap tetesnya menyentuh kulitku dan menjadikan bagiku sebuah kebanggaan dapat bebas layaknya burung tak bertuan, bebas dan tanpa beban. Bebas lalu merasakan sedih.
Apakah kalian selalu menyesal melihat hujan?
Apakah kalian merasa terbebani dengan hujan?
Kalau kalian tanyakan ini kepadaku, maka biarkan aku menari tak tentu arah dibawah guyuran hujan. Merasakan tiap tetesnya menyentuh kulitku dan menjadikan bagiku sebuah kebanggaan dapat bebas layaknya burung tak bertuan, bebas dan tanpa beban. Bebas lalu merasakan sedih.
Ya, bukankah hujan selalu merasakan kesedihan?
Manakala dia kembali ke bumi ketika sebentar saja dia merasakan kebersamaannya bersama awan?
Awan telah membawanya naik dari dunia, membawanya mengelilingi tempat-tempat yang indah dan menakjubkan, awan membawanya kepada sebuah dunia baru yang terlihat dari atas sana, awan membawanya kepada sebuah kesenangan yang tak akan pernah dirasakannya diatas dunia.
Namun, kebersamaan itu hanyalah sebentar ketika awan dan air tidak dapat ditakdirkan bersama. Mereka harus berpisah dan menunggu waktu untuk menghantarkan kembali apa yang seharusnya bersatu.
--0--
Garut Gurilps atau dalam ejaan Sunda berarti Gemerlap, menuntut pemahaman akan hal itu aku pun beranjak dari Jakarta menuju Kota ini.
Kakak kelas selama di Asisten Laboratorium memiliki peran dalam perjalanan kali ini.
Karena dialah perjalanan ini terlaksana dan aku menemukan pengalaman yang berbeda.
Yap, dialah Christian dan Aji, tidak lupa dengan teman kantorku yang kebetulan senggang Indah.
Angin dingin malam itu berhembus, namun tak sedingin gelora yang kami rasakan.
4 orang dengan muka berantakan usai kerja dengan semangat menggebu duduk manis di stasiun Senen malam itu, kami siap dan sangat siap pergi membelah angin Jakarta hingga Garut.
13 Desember 2019
Perjalanan ini dimulai dengan bertukar sapa, duduk sebentar terlelap kemudian. Kami menaiki kereta Serayu pukul 21.25 wib seharga 63ribu dengan estimasi tiba 02.15 wib
Ada rasa sesak didada setiap kali mengenang Ayah.
Ingatanku yang nyata terbayang, tercetak jelas di sanubari manakala dia berjalan memakai tongkat keliling rumah atau keliling komplek rumah, prodiakon yang selalu datang memberikan hosti orang sakit, duduk di kursi roda sampai akhirnya tidak sanggup bangun dari tempat tidur.
Ayahku kena stroke saat aku duduk di kelas 5 SD.
Entah bagaimana menyebutnya, apakah itu pengalaman pahit atau manis, asam atau lainnya.
Saat mengenangnya, kupastikan aku menangis.
Ketika melihat seseorang dengan penyakit yang sama dengannya, kupastikan aku menangis.
Air mataku keluar begitu saja. Entahlah.
Katakanlah aku begitu merinduinya.
Ingatanku yang nyata terbayang, tercetak jelas di sanubari manakala dia berjalan memakai tongkat keliling rumah atau keliling komplek rumah, prodiakon yang selalu datang memberikan hosti orang sakit, duduk di kursi roda sampai akhirnya tidak sanggup bangun dari tempat tidur.
Ayahku kena stroke saat aku duduk di kelas 5 SD.
Entah bagaimana menyebutnya, apakah itu pengalaman pahit atau manis, asam atau lainnya.
Saat mengenangnya, kupastikan aku menangis.
Ketika melihat seseorang dengan penyakit yang sama dengannya, kupastikan aku menangis.
Air mataku keluar begitu saja. Entahlah.
Katakanlah aku begitu merinduinya.
Sore cerah menghampiri hari ini, tak lupa kusapa dulu yang sedang asik menekan diri demi keselamatan banyak orang dengan berada di rumah.
Selamat menunaikan hashtag #dirumahaja bagi kita semua.
Sore Kawan!
Cerita Sore kali ini balik dengan mengetikkan satu dua lembar berbagi pengalaman luar biasa di tahun 2019 yang lupa dikata-katai akibat kekhilafan duniawi lalu melupakan fans blog ini yang engga tahu sih sebenernya kalian tersesat atau bagaimana.
Liburan 2 hari 1 malam (02-03 Nov 2019), kali ini aku membawa rekan sejawat untuk menjajaki keindahan bumi perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Dengan @ms_fely @indahhayu @yenni_hafiz dipandu sales kenamaan dari kota Cirebon @m.septian.n
Pukul 06.30 wib kami berempat sudah duduk manis di bangku stasiun Senen. Berbekal lontong berisi hati dan sayur, segenggam roti dan sebotol air.
Hari ini starterpack yang memadai membuat semangat kian membara.
“Stasiun MRT terdekat dimana ya?” tanya gue pada barista di kedai kopi. Siang itu cukup pekat hingga gue menyingkir ke dalam kedai kopi Ratangga sehabis pertemuan MUA (Make Up Artist).
“itu stasiun MRT mbak, Stasiun Blok A” lelaki disebelahku langsung menjawab diiringi senyum barista tersebut, gue memiringkan kepala dan terlihat eskalator ke atas
“mau diantar?” tawar lelaki itu sembari tertawa kecil
“boleh” gue mengiyakan dengan yakin yang membuat lelaki itu mengatupkan mulut dan tak lama tertawa kencang
“Mau kemana emangnya?” tanyanya
“mau naik MRT yang terdekat dengan stasiun KRL” ujarnya
“wah perjalanan jauh ya, gue juga sih. Arah Lebak Bulus” sahutnya
“Arah Manggarai. Salam” gue mengacungkan tangan meminta handshake dan dia menyanggupinya sembari menghormat.
Bagi orang lain ini seperti moment absurd tapi bagi kita ini malah jadi awal pembicaraan.
“Kenapa bisa arah Lebak Bulus nganterin orang yang mau turun di stasiun terdekat dengan KRL?” ucap gue begitu tersadar bahwa arah Lebak Bulus bertentangan dengan arah yang gue tuju
“Yang pertama lagi senggang, yang kedua mbak nya cakep” jawab dia ala kadarnya
Sumber |
Pernahkah kamu sekali saja berpikir bahwa seorang yang kini sedang berada di dekatmu, ada disaat kamu membutuhkan, ada tiap-tiap harinya, adalah jodohmu?
Namaku Kinta, panggil saja begitu. Layaknya orang yang baru kenal lalu kamu lupakan begitu saja seperti angin lalu, begitulah aku. Mungkin kita berkenalan hari ini, esok bila bertemu kita hanya bertegur sapa, jeda dua hari tidak bertemu dan kita lupa bahwa kita pernah saling mengenal atau sekadar menyapa dalam hangatnya pagi.
Orang datang dan pergi. Tidak sesuka hati mereka. Semua tergantung apakah kamu memutuskan untuk membiarkannya berlalu begitu saja atau ada andil dalam mempertahankannya.
Lelaki itu, Fajar.
Badannya berisi, kacamata membingkai wajahnya dengan apik.
Kami berkenalan lewat grup WhatsApp komunitas Anker (Angkutan Kereta), lebih tepatnya komunitas itu perantara. Senja merekah dan pesan itu ada di situ begitu saja.
‘Nama gue Fajar, dapet nomor lu dari komunitas Anker, boleh kenalan? (kalau engga berkenan pake gue elu, aku kamu juga boleh)’
Subscribe to:
Posts (Atom)