Banyak cara merayakan “Sumpah Pemuda”, quote “Berikan aku 10 pemuda” pun biasanya bergaung dimana-mana. Bersilewaran di sosmed bak model berlenggak lenggok pada hari pementasan, sesudahnya hilang sudah.
Nah,
Di peringatannya yang ke 90 ini, gue pun menyikapinya dengan berbeda. Yeps, gue ikut tur singkat museum sumpah pemuda yang diselenggarakan oleh @MuseumProject.
Direncanakan berkumpul pukul 09.00, acara ini akhirnya ngaret karena bertepatan dengan penyelenggaraan color run dan ditutupnya beberapa akses menuju Museum Sumpah Pemuda yang berada di Jl. Kramat Raya 106.
Sebenernya Museum Sumpah Pemuda ini selalu gue lewatin kalau berangkat ke kantor dan akhirnya kesampean juga di event kali ini.
Acara ini diawali sesi perkenalan dari Museum Project, mereka ini semacam apa sih, apakah alien dari planet lain yang sangat menyukai museum-museum di Indonesia yang lebih menarik konsumen akibat cerita mistisnya ketimbang sejarahnya atau emang alien-alien yang enggak punya kerjaan. Well, itu semua salah gengs. Mereka adalah sekelompok pemuda pemudi yang emang doyan ngejelajah museum, terdiri dari 7 orang kali ini gue ditemani oleh Ka Farid, Ka Ayu, Ka Agnes dan Ka Riefa selaku founder.
Dimulai dari perkenalan mengenai Kantor gubernur yang kini menjadi Museum Sejarah Jakarta, dijelasin tuh sesuai gambar kalau di kantor gubernur Belanda itu ada trem didepannya, nah trem itu berfungsi untuk ngangkut segala bahan baku ke pasar ikan yang didekat pelabuhan sunda kelapa gengs, lalu pasar baru yang mempunyai artian dalam bahasa Belanda adalah sejuk, jadi dulu ini pasar baru 1820 ini sejuk banget gengs dengan ditemani rimbunannya pepohonan, istilahnya buat siapapun yang tinggal di pasar baru bakalan nyaman banget. Loh ada pasar baru, berarti ada pasar lama dong?
Menurut penuturan guide kita sih pasar lama terletak di Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang lalu akhirnya dibuatlah pasar baru.
Ada juga pintu ketjil yang merupakan nama jalan dibelakang Museum Bank Indonesia. Nah itu penjelasan mengenai sekitaran dari lokasi Museum Sumpah Pemuda ini, sehingga begitu kita ke topic selanjutnya yaitu Museum Sumpah Pemuda itu sendiri.
Museum sumpah pemuda sendiri kalau sekarang itu sebutannya Kos-kos-an karena dari situ dekat dengan sekolahan (FKUI), uniknya yaa Museum ini sempet beralih fungsi menjadi hotel dan toko bunga loh gengs.
Nah dari kos-kosan ini terbentuklah Jong-Jong (young = pemuda), seperti Jong Jawa, Jong Sumatra dan Jong-jong lainnya. Tiap daerah jadinya punya Jong gitu gengs.
Masih membekas soal Kongres Pemuda I yang kurang greget karena tidak ada tindak pasti dari para pemuda-pemudi, akhirnya setelah sekian lama dan kasus-kasus seperti pengasingan Soekarno pemuda-pemudi pun akhirnya bersatu dan menyelenggarakan Kongres Pemuda II.
Kongres Pemuda II sendiri sebenernya diselenggarakan di 3 tempat, yang pertama adalah tempat yang kini menjadi sekolah Santa Ursula (tempat Jong Catholic), kedua Gedung Oost-Java Bioscoop yang kini gedungnya sudah tidak ada lagi dan akhirnya yang kini menjadi museum sumpah pemuda. Disinilah keputusan-keputusan itu dibuat dan tempat sakral dimana Indonesia Raya berkumandang melalui Biola Wage Rudolf Supratman.
Ssstt tahu enggak sih undangan yang diketik itu disebarkan oleh para pandu Indonesia atau yang sekarang dikenal dengan Pramuka, jadi adik-adik Pramuka itu harus berbangga karena yang menyebarkan undangan untuk merapat Kongres II dan juga menyebarkan lirik Indonesia Raya adalah mereka.
Satu lagi yang sama pentingnya ternyata di teks keputusan itu tidak ada satu pun kata SUMPAH yang terpampang nyata ataupun terselip.
Loh. Loh.. terus siapa dong yang disumpahin?
Terus kenapa bisa disumpahin??
Ini sendiri pas kita saling sharing ada yang bilang, karena Bapak Soekarno saat itu merasa kalau hanya memakai ‘keputusan’ saja kurang bisa membakar semangat kepemudaan istilahnya mengingatkan “ini loh dulu kita buat kayak gini, ini tuh tekad juang kita loh gengs” nah kan kalau ngomongnya “gengs ini keputusan yang udah kita buat” kalau mengenai keputusan akan ada keberpihakan makanya kemudian untuk memicu semangat itu dikenalkanlah istilah SUMPAH, maka jadilah SUMPAH PEMUDA.
Ini sekedar sharing, bila memang ada pihak-pihak yang akhirnya mengetahui detailnya monggo share di ruang komen.
Nah satu lagi terdapat diskusi ketat mengenai bahasa yang dipakai. Apakah bahasa Melayu atau bahasa Indonesia, dikarenakan bahasa melayu adalah bahasa yang dipakai semua golongan dan menjadi bahasa umum. Namun kita memerlukan identitas bangsa yang dapat dipakai dari sabang sampai merauke, maka lahirlah bahwa kita semua harus memakai Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia yang penyerapan bahasanya kaya banget, dari melayu belanda bahkan Jepang.
Dari kisah-kisah sumpah pemuda kita beranjak mengenal Wage Rudolf Supratman yang nama aslinya adalah Wage Supratman, namun karena kakak iparnya yang seorang Belanda ingin menyekolahkan Bapak Wage makanya akhirnya digelari Rudolf ditengah namanya (istilahnya pengangkatan derajat lah). Kita dikenalkan dengan biolanya, piringan yang berisi lagu Indonesia raya dan juga bagaimana akhirnya Indonesia Raya menjadi lagu kebangsaan.
Gubahan-gubahan lirik ataupun aransemen pun semakin dikembangkan. Gubahan lirik disaat 1928 (saat Kongres Pemuda II) terpampang Mulia..Mulia..Mulia dan setelah merdeka (1945) digubah menjadi Merdeka merdeka..
Ka Farid juga sempat nih muterin musik Indonesia Raya dengan biola dari WR Supratman, dan malam tanggal 28 Oktober 2018 sebenernya juga ada konser nih gengs di Lapangan Banteng dari Adie MS, Indonesia Raya dengan 3 stanza. Beuh itu pasti keren banget, gue sendiri menyayangkan gue enggak bisa ikutan dalam larutan megahnya orchestra Adie MS dengan paduan suara gita bahana.
Balik ke awal,
Enggak kayak sekarang dimana kita bisa berlenggang kangkung nyanyiin Indonesia Raya seenak jidat pada zaman dahulu nih gengs mereka nyanyi sambil olahraga jantung karena takut ditangkep. Tapi emang semangat memerdekakan diri sendiri itu lebih kentel daripada rasa dirundung, maka mereka berjuang agar anak cucu bisa menyanyikan lagu syahdu yang penuh makna dan semangat menggelora itu menjadi fondasi terus berjuang.
Ngerasa salut? Ngerasa aja enggak cukup gengs kita bener-bener harus memaknai.
Hal yang paling membahayakan kehidupan berbangsa saat ini bukanlah penjajah tapi bangsa sendiri, segala menjadi sensitivitas, segala menjadi hal-hal yang disikapi secara dingin. Gue jadi teringat adegan dimana kurma dan babi disandingkan lalu menjadi viral dan debat kusir terjadi. Agama dimaksudkan menjadi pembawa damai bukan perpecahan, ini menjadi junjungan yang terlalu sensitive, gue pikir bukankah kita seharusnya santai sedikit, menertawakan agama itu sendiri misalnya. Tapi semua punya hak. Negara ini bahkan punya hak, Bung Karno bahkan berhak dan kita berhak untuk mendapatkan damai dalam negeri sendiri.
Yuk, di hari Sumpah Pemuda ke 90 ini kita menjadi pembawa damai minimal bagi kita dan orang di sekitar kita. Berbuat lebih enggak mesti melebih-lebihkan kok.
No comments:
Post a Comment