Sumber |
Sebenernya gue juga kurang paham nih sama penulisan yang bener yang mana, pake +d atau +t, yang jelas anak gaul manapun akan mengucapkan dengan pelafalan yang sama. Kok daritadi gue ngomong gaul gaul padahal digauli gak mau, soalnya kalau gak dibatasi anak gaul takut ada persepsi umur yang berbeda.
Nah, sebelumnya mari kita persamakan persepsi bahwa dalam artikel kali ini kita akan memakai JULID, kenapa gak pake +T? Karena kalau pake +D cupnya gede #KasiihDah..
Dalam kamus resmi macem KBBI dan kamus bahasa sunda yang temen gue punya, gue gak menemukan satu kata planet lain ini, bahkan kamus kemedikbud online yang selalu dimutakhirkan setiap sebulan sekali kalau inget juga gak ada. Tapi kalau saudara-saudara berbangsa dan bertanah air nyarinya di KBBI Online atau kitab gaul yang sekarang udah banyak link menuju kesana bisa dipastikan ketemu sama satu kata ini.
Kalau gue cari kemana-mana sih, Julid itu sama artinya kekanak-kanakan, tapi berkat Inces yang selalu bikin gue ngeces si Syahrini cetar membahana tiada duanya apalagi tiga Julid menjadi pergeseran makna dengan arti iri hati atau dengki. Akun gosip kepercayaan pun ngikutin yang menimbulkan efek dramatis menular kepada setiap insan pengguna.
Setelah samakan persepsi dan kondisi cuman status aja yang gak sama kita beranjak dari arti-artian ini dan menuju aplikasi sesungguhnya. Hampir disetiap momentum ataupun kalau lagi kebetulan gaul sama anak gehol kata-kata ini selalu keluar.
Adalah temen gue yang gaulnya gak ketolongan, ya buat apa juga gue tolong badannya aja lebih gede daripada gue.
Doi kalau mau nge-julid-in bocah lain pasti bilang dulu begini, "duh gue mau julid nih.."
Bagus sih dia sopan tapi kalau dilanjutin kita yang denger jadi elus dada dewi persik.
Cantik sedikit.. Julid
Jelek banyak.. Julid
Makan sedikit.. Julid
Makan banyak.. Julid
Gemukan.. Julid
Ngepost foto.. Julid
Persis kejadiannya kayak beberapa hari ini di kantor, kebetulan mulut gue emang rada gak kekontrol.
Ketika ada pengenalan anak baru lewat email gue secara spontan (mengarah ke teriak) berkata begini
"dih, cakep amat"Iye gue ngomong begitu, yang denger aja langsung ngehampirin gue. Kepo sama apa yang gue katain dan benerlah mereka malah ketawa dan beberapa bilang
"Parah lu!"Jadi posisinya ada cewek yang fotonya cantik banget padahal gue ngerti aslinya. Apakah ini yang disebut dengan kejulidan yang hakiki?
Gue rasa sih kamera handphone sekarang tuh lebih kejam daripada ibukota negara dan apa yang gue katakan sempet diaminin sama yang lain. Mereka ngerasa itu pembohongan publik.
Tapi biarlah itu menjadi kafilah yang berlalu dan biarkan doa yang terbaik mengiringinya.
Dengan bertebarnya media sosial sekarang ini, ngerasa gak semua orang jadi berlagak seperti pengawas yang siap-siap menerkam tanpa babibu lagi?
Kita tentunya selalu posting hal-hal terbaik dalam kehidupan kita, tujuannya dua antara membuat orang lain iri atau ingin berbagi kebahagiaan.
Tapi sudut pandang kita semakin terbatas diiringi sumbu kemarahan yang pendek.
Kalau gue perhatikan netijen terbagi menjadi "Katain aja" dan "Gak boleh begitu", karena merasa benar yang salah pun langsung disudutkan padahal bisa jadi berbalik menjadi musuh.
"Apakah Julid sebenernya diperlukan?"Kalau julid sekarang ini dalam konteks iri hati dan nyinyir banget sih gue rasa sebagai netijen marilah membatasi diri apalagi ini bulan puasa, dimana harusnya mengumpulkan berkah bukan mengumpulkan musuh.
Jadikan media sosial sebagai penebar kebaikan bukan penjaring masalah.
Tapi kalau dirasa perlu untuk menjadi Julid, baiknya katakan aja langsung ke orangnya daripada bisik-bisik dibelakang. Bau. Kamar mandi soalnya.
No comments:
Post a Comment