"Rasa sakitmu akan cinta mungkin masih begitu membekas, namun katamu
denganku, kamu kembali percaya dengan rasa itu hingga hilang sakitmu"
Memiliki seseorang untuk digandeng bukan perkara sulit bagiku, yang sulit adalah membuat komitmen dan menjadikan mereka akhir bagiku.
Pernah satu kali aku berfikir kelak aku akan menikah dengan siapa, punya anak dengan siapa, siapa yang akan menjadi menemani hari tuaku, seperti apa rupanya. Meski berganti-ganti pasangan ada kerinduan untuk menetap dalam satu hati, yang membuatku seutuhnya bertahan dengannya.
Terakhir ketika kugenggam tangan seseorang, aku selalu merasakan hubungan yang sia-sia. Cinta yang tergapai namun tidak akan ada kisah akhir. Aku menimang hati yang ragu, pikiran yang galau dan kuputuskan untuk sendiri dulu.
3 Bulan kujalani sendiri dan aku merasa tidak apa-apa, timbul pertanyaan apakah memang aku pernah menyukai seorang dengan rasa yang lebih, hati yang merindu begitu kuat dan mendamba?
Hari itu begitu ramai dengan perbincangan aplikasi pencari jodoh, membuatku terusik ingin mencobanya juga. Toh tak ada yang salah, aku sendiri dan itu saja cukup.
Satu foto dan membuatku terusik untuk memberikan simbol love. Ada rasa penasaran yang menggelegak dalam diriku, ada harapan terkandung bahwa dia yang akan memulai obrolan lebih dulu.
"Hai.."
dan aku tersenyum kecil. Harapan telah terkabul, apa yang kuharapkan lagi? perbincangan yang seru tentunya dengan sejuta khayalan gadis kecil yang berharap cintanya akan segera datang.
Dari aku menjadi kami, dari khayalanku seorang berubah menjadi obrolan panjang. Dari aplikasi pencari jodoh berpindah ke sosial media. Dari yang dia tidak punya aplikasi sosial media akhirnya memiliki agar dapat berbicara lebih banyak dan leluasa denganku.
Ada apa dengan lelaki ini?
Timbul pertanyaan yang begitu menggelitik diriku, begitu menggelitik hingga ada harapan lebih yang terkandung didalamnya.
Kalian tau,
Rasa dapat timbul beriringan dengan perasaan nyaman karena obrolannya nyambung, dilanjut dengan perhatian yang hadir dan akhirnya dibumbui keyakinan bahwa dia (mungkin saja) kiriman dari Tuhan.
Aku merasakan hal itu.
"Malam minggu besok belum ada yang ngajak gereja kan, gereja yuk.."
Kini aku tertawa lebar, entah bagaimana lelaki ini. Mungkin sebelum mengajakku dia bimbang dan ragu, mungkin dia berfikir dengan seribu cara bagaimana mengajakku dan ternyata eksekusinya tidak sedramatis itu. Langsung mengajakku tanpa ba-bi-bu lagi.
Dasar lelaki ini.
"Oke.."
Dan aku menjawab, meski ragu kuserahkan pada Tuhan seutuhnya.
Karena rencana Tuhan selalu indah dan aku percaya itu. Awalnya kami mengaitkan janji untuk gereja bersama, namun nyatanya aku harus gereja siang dan kulontarkan mengenai pertemuan itu.
"gereja siang. Masih mau ketemu?"
"oke"
"kita ketemu di mekdi bintara aja"
"siap"
Tanpa penolakan dan penawaran. Ada apa sih dengan lelaki ini, niat banget.
-12 Juni 2017-
Tepatnya mungkin aku menjahilinya.
Usai gereja aku malah pergi ke tempat terjauh dari lokasi pertemuanku dengannya. Bertemu dengan teman-temanku.
Jam pertemuanku dengan dia memang masih lama, namun aku tidak menyangka juga waktu cepat berlalu.
Begitu tahu waktu yang kuperlukan untuk sampai disana sudah sebentar lagi namun berpisah dengan teman-temanku masih lama aku mencoba mengulur waktu lagi.
Apakah dia akan rela menunggu orang yang sama sekali belum ditemuinya?Berkutat dalam pertanyaan itu, ketika aku melepaskan diri dari obrolan dan undur diri karena mempunyai janji lain, kutengok waktu dan itu sudah jauh melampaui waktu berjanji kita.
Nyatanya kulihat sosok itu, entah sudah berapa mobil atau motor atau pelanggan disini yang sudah dia hitung untuk membunuh waktu demi gadis yang sama sekali belum tentu menyukainya di pandang pertama.
Jantungku berdegup, antara ingin bertemu dan lari saja.
Dalam doaku kuminta bantuan Tuhan, dalam upayaku kuharap Tuhan kan mengirim yang terbaik.
Pandang pertama, kami saling bertatapan, kubayangkan awal yang canggung nyatanya kami seperti lama tidak bertemu. Ada perasaan dimana kami memang sudah saling merasakan nyaman dan dapat berbicara banyak.
Sampai pada titik dimana dia mengatakan hal-hal yang kalau kuingat sekarang membuatku tertawa dan heran setengah mati.
"Malam minggu besok, udah gak sendiri lagi dong"
"loh, kenapa?"
"Kan udah jadi pacar aku"
"lah kapan nembak?"
"Mau gak jadi pacar aku?"
Dengan suasana yang gak romantis, obrolan yang nyambung sampe luar karena dia mau gereja sore. Jika mengingatnya tawa adalah hal paling tepat untuk menggambarkannya.
Aku mengiyakan dengan tersipu malu, dia tersenyum dengan lebarnya.
Salah satu hal gila yang aku lakukan dalam hidupku salah satunya adalah hal ini. Mengiyakan dengan orang yang baru pertama kali kutemui, yakin pada pandang pertama. Aku hanya berharap bahwa Tuhan akan selalu ada dalam hubungan ini. Meski dia belum seutuhnya bangkit dari rasa sakit kepada mantannya terdahulu, bahwa dia ingin bangkit bersamaku.
Kalian pun akan berfikir bahwa kegilaan ini pastinya sangat rawan, namun aku dan hatiku telah meyakini satu hal yang pasti, bahwa Tuhanlah yang menciptakan rasa ini.
Aku yakin pada satu hal, bahwa hal-hal yang kita harapkan dan bagaimana itu terjadi adalah kejutan manis. Bagaimana kita berharap A dan yang kita dapatkan adalah B, bagaimana akhirnya syukur pada hal-hal itu.
Setelah banyak hal terjadi dan berlalu, kami saling berselisih paham dan akhirnya bertengkar.
Satu yang dia isyaratkan bahwa serunyam apapun masalahnya, sehebat apapun pertengkaranku dengannya, dia tidak akan melepasku.
Aku pun begitu,
Aku tak akan melepasnya.
Ini saja cukup sampai Tuhan merestui kami dalam rumahnya yang kudus.
Nb : Cerita ini didedikasikan untuk orang yang nganggep gue orang yang rame. (iya sih emang). dan bilang tulisan gue bagus. (Thanks god akhirnya ada yang muji keabsurdan blog gue).
Selalu ada harapan terkandung dalam doa dan tangan yang saling menggenggam, hati yang saling merindu. Jagalah agar hati yang menyala dapat menjaga satu sama lain dalam kehangatan dan keromantisan anugrah Tuhan.
Baper :v
ReplyDeleteKunjungi juga http://tristanshanoor.blogspot.co.id/