Dia itu orang yang seenaknya saja, datang tanpa diundang pergi begitu saja.
Aku sendiri hidup dalam dunia keteraturan, pola makan teratur, tidur teratur, aku menyukai keteraturan.
Aku sendiri hidup dalam dunia keteraturan, pola makan teratur, tidur teratur, aku menyukai keteraturan.
Dia tiba-tiba datang lalu pergi begitu saja, sebenarnya sikap macam apa itu?
Masalahnya bukan cara dia menghilang atau mengapa dia menghilang, masalah yang paling berat adalah ketika dia hilang dia membawa setengah hatiku.
Masalahnya bukan cara dia menghilang atau mengapa dia menghilang, masalah yang paling berat adalah ketika dia hilang dia membawa setengah hatiku.
Terdengar melankolis untuk ukuran laki-laki memang, tapi itulah yang terjadi.
Pagi itu jam 06.00, aku dan sepedaku telah siap didepan rumahnya. Seperti biasa aku menjemputnya untuk pergi ke sekolah bersama. Memang hari itu rumahnya terlihat tidak biasa. Agak sepi, namun segala keraguan ku tepis, dia memang gadis yang aneh dan setiap hari untuknya berbeda maka bila hari ini tidak biasa pun tidak aneh kan.
Sampai 06.30 dia tak kunjung muncul, telfon pun percuma tidak aktif. Raguku membesar. Aku memanggil namanya tidak ada sahutan, aku mencoba membuka gerbangnya namun terkunci. Sejenak aku menatap pagar lalu kutemukan kertas terselip dibawah pagar rumah itu.
Didepan surat itu jelas dan tertulis dengan huruf kapital SAKTI.
Gadis bodoh, dia menuliskan surat tanpa memikirkan hujan atau aku tidak menemukannya.
Gadis bodoh, dia menuliskan surat tanpa memikirkan hujan atau aku tidak menemukannya.
Aku membuka surat itu dan kutemukan hal-hal yang sulit sekali membuatku berfikir jernih.
J.E.L.E.K
Iya saking jeleknya aku sampai tidak bisa melupakanmu. Oke, mungkin saat ini kamu berfikir "bodoh betul gadis ini, menaruh surat disini, bagaimana kalau hujan atau aku tidak menemukannya". Tapi aku yakin kamu akan menemukannya, meskipun mungkin butuh waktu 30 menit haha.
Aku bertaruh dengan diriku, bahwa bila kamu menemukannya mungkin kita berjodoh tapi bila tidak ya nasib mungkin.
Iya saking jeleknya aku sampai tidak bisa melupakanmu. Oke, mungkin saat ini kamu berfikir "bodoh betul gadis ini, menaruh surat disini, bagaimana kalau hujan atau aku tidak menemukannya". Tapi aku yakin kamu akan menemukannya, meskipun mungkin butuh waktu 30 menit haha.
Aku bertaruh dengan diriku, bahwa bila kamu menemukannya mungkin kita berjodoh tapi bila tidak ya nasib mungkin.
Saking seringnya kita bersama, tanpa aku sadari benih yang tertanam malah tersemai dengan sangat baik dan tumbuh menjadi pohon dengan buah yang lebat. Aku berfikir bahwa sekali ini saja aku sungguh ingin merasakan hal-hal itu. Setidaknya keteraturan hidupmu memang agak menggangguku, hei itu salah satu sifat menyebalkan mu, haha tapi aku paham mengapa Tuhan mempertemukan kita.
Ingat cita-citamu! Iya cita-citamu! Jangan pernah lupakan lagi! :)
Aku itu sungguh sangat bahagia loh mengenalmu..
Karena aku menyukaimu"
Ingat cita-citamu! Iya cita-citamu! Jangan pernah lupakan lagi! :)
Aku itu sungguh sangat bahagia loh mengenalmu..
Karena aku menyukaimu"
Ini apa sih?
Aku mencoba mengingat kelakuannya selama ini, apa sih yang coba dia omong?
Dia sedang menyatakan rasa atau mengucapkan selamat tinggal?
Aku mengayuh cepat sepedaku, berharap sampai ke sekolah dan segera menemukannya seperti biasa tidur di mejanya.
Aku mencoba mengingat kelakuannya selama ini, apa sih yang coba dia omong?
Dia sedang menyatakan rasa atau mengucapkan selamat tinggal?
Aku mengayuh cepat sepedaku, berharap sampai ke sekolah dan segera menemukannya seperti biasa tidur di mejanya.
Tapi tidak, aku tidak menemukannya disekolah. Aku bertanya pada semua orang tidak ada yang tahu.
Aku tidak menemukannya juga dirumahnya.
Ini konyol.
Begitu konyol.
Aku tidak menemukannya juga dirumahnya.
Ini konyol.
Begitu konyol.
Namun kekonyolan ini telah berlalu selama lima tahun dan selama itu juga aku tidak tahu dimana keberadaannya.
Untunglah aku tau keadaannya, suratnya selalu ditulis tanpa alamat pengembalian yang jelas hingga aku berfikir sungguh percaya diri yang luar biasa bahwa suratnya pasti akan kuterima.
"Untung orang bodoh macem kamu tidak begitu banyak", temanku berkomentar
"Jangan begitu..." elakku
"Begitu bagaimana, menunggu orang selama lima tahun dengan kabar yang gak jelas begitu, lalu komitmenmu untuk tidak berpindah ke lain hati, ohya aku pertegas, lima tahun dengan kabar gak jelas dan satu tahun belakangan tanpa kabar sama sekali. Jangan buang energi dan cintamu hanya untuk menunggu sesuatu yang tidak pasti", aku menolak mentah-mentah argumen ini. Bagaimanapun keyakinanku bahwa suatu hari nanti aku akan bertemu dengannya membuatku bertahan.
Mungkin itu memang terdengar bodoh, tapi toh aku sendiri tidak dikejar deadline kawin kan? Jadi buat apa aku buru-buru mencari pacar?
"Sakti.." panggil suara cewek dengan lembut ditelingaku, sontak aku berdiri dan memandang aneh ke cewek itu. Cewek manis dengan celana jeans dan rambut panjangnya, rasanya begitu familiar namun aku masih belum dapat memastikan, apakah ini gadis itu?
"Siapa ya?" tanyaku
Dia memandangku dengan mata bulatnya.
"ada yang bisa saya bantu?" tanyaku kembali sembari duduk, Evan sahabat yang sedari tadi menemaniku ngobrol hanya tertawa cekikikan lalu pamit meninggalkan karena ada kelas.
"Haha, gak usah begitu amat kali. Aku suka sama kamu. Kita kencan yuk" dan begitu blak-blakan dalam meyampaikan maksud dan tujuannya. Aku tergagap, jujur aku sendiri kurang yakin lelaki macam apa aku ini dipandangan para wanita, tapi kali ini benar-benar membuatku tidak bisa memikirkan apa yang harus aku jawab.
"Gila, kita sama-sama baru kenal. Aku bisa saja memperkosamu sedetik kita berkencan" jawabku, menunggu reaksinya
"Kalau memang begitu adanya, seharusnya tidak ada gelar jomblo sejati dibelakang namamu. Oke baiklah sudah berbasa-basinya. Hari minggu, jam 10 di taman Menteng. Berpakaianlah yang rapi. Dah.." jawabnya santai lalu pergi begitu saja. Lucunya dia bahkan tidak memberitahu namanya ataupun meninggalkan nomornya. Siapa yang tahu aku gak dateng atau ada masalah apa. Gila memang percaya dirinya kelewat sempurna.
Ting.. Ting...
Handphoneku bergetar, ada pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal. Jangan bilang ini cewek aneh itu.
"SAKTI. J.E.L.E.K" jantungku berdegup kencang, antara percaya dan tidak, hal ini. Dia seseorang yang teramat kukenal dan kurindukan.
"Lince?" balasku cepat
"Enak aja! Linda! Nama gue bagus banget itu" tak berapa lama dia membalas.
Aku tertegun, terlena dalam pikiranku sendiri. Aku memang tidak pernah merelakannya hilang dari pikiranku. Sejenak mataku sempat basah, dia sudah agak modern sekarang tidak memakai surat, aku tersenyum kecil.
Jadilah hari itu aku dengan segala keanehan yang melingkupi hariku. Seseorang yang begitu kurindukan datang dan menghardik kerinduanku.
-0-
Sejenak ngobrol dengan Linda menjadi sebuah taman ditanah tandus. Aku ingin ungkapkan betapa merindunya aku pada sosoknya. Betapa aku tidak ingin kehilangan dirinya. Betapa aku memaklumi hilangnya dia meski aku tidak tahu dia kemana dan kenapa.
Namun obrolan dengan Linda hanya bertahan selama satu jam, sesudah itu dia kembali sulit dihubungi. Telfon atau di sms tidak tersambung sama sekali.
Apa yang terjadi, kenapa, beginikah sakitnya bila engkau setia pada rindumu?
-0-
"Kemana kamu kemarin?" tanya gadis aneh, dia duduk didepanku, ketika kelasku telah berakhir. Aku menatapnya. Hari minggu dimana aku meratapi rinduku.
"dirumah, kenapa?" jawabku
"Kumaafkan karena mungkin kamu sedang melakukan hal gawat darurat. Hari ini jam 17.00 di kafe cerita ya" ah, yang dia maksud pasti janji kemarin minggu. Benarkah dia menungguku, sudah berapa lama dia menunggu?
-0-
Ya, dia menungguku di kafe cerita.
Aku memandangnya agak lama, dia menunggu dengan sangat sabar. Bajunya telah berganti dari tadi siang.
Satu jam aku menunggunya beranjak dari tempatnya, namun tidak. Dia masih disitu dengan setia. Ada apa dengan gadis ini sih?
"Maaf, apa kamu menunggu terlalu lama?" tanyaku kala menghampirinya
"Oh iya, kebetulan aku adalah orang yang tepat waktu. Jadi aku menunggumu tepat satu jam yang lalu" dia tidak tampak gusar, bicaranya pun biasa saja. Untuk ukuran wanita, aku harus mengatakan betapa aku salut padanya.
"Jadi, apa yang kamu inginkan?" sahutku tak lama
"ngobrol"
Aku memandangnya agak lama lalu mengikuti rencananya. Ya benar, kami ngobrol. Benar-benar ngobrol. Kadang tertawa, kadang serius mendengarkan. Ngobrol dengannya merupakan hal yang menyenangkan, jadi bila dia memang benar menyukaiku, itu bukan pilihan yang tepat. Dengan tampilan baik, wajah manis dan obrolan yang seru siapapun bisa menyukainya.
Tentu saja aku sendiri tidak akan mengkhianati perasaanku mengenai rinduku yang hanya ditunjukkan pada Linda.
-0-
"Jadi kamu sudah memutuskan untuk bersama dengan Imel?" tanya Evan padaku
"Aku masih menunggu Linda, jadi tidak usah khawatir akan hal itu" jawabku mantap dan Evan hanya berdecak sambil menggelengkan kepalanya.
Cinta memang bisa segila ini bukan, bagaimana akhirnya kita malah mempertahankan hal paling tidak masuk akal dan irrasional yang bisa kita rasakan.
Mengenai Linda, sampai sekarang aku pun masih berhubungan dengannya. Namun yang terjadi adalah aku harus menunggu dia menghubungiku lebih dulu. Kalau ditanya ada apa, ini terjadi begitu saja berulang tanpa ada kepastian yang jelas.
Pernah kukatakan aku tidak ingin kehilangan dirinya, namun dia tidak membalas lagi.
Aku digantung dan aku bertahan pada gantungan yang rapuh itu, demi tidak jatuh aku sendiri yang mengurangi beban gantungan hingga kosong tak tersisa.
Mengenai Imel, entah ada apa dengan wanita dan segala upayanya yang selalu membuatku terkesima. 2 wanita dalam satu waktu memang terasa cukup merepotkan, karena satu wanita saja sebenarnya sudah membuatku sangat susah.
Dia datang tidak jelas, memintaku melakukan banyak hal-hal bersama, jika pergi sangat jelas. Memintaku melakukan ini itu yang tidak aku pahami tapi ternyata sangat kunikmati.
Apakah aku menyukainya? aku tidak bisa menepik bagaimana rasaku padanya. Dengan kebersamaan itu bagaimana bisa aku tidak luluh.
Disaat aku mulai yakin dengan rasa itu.
Datanglah Linda, berdiri tegak dihadapanku. Tersenyum manis. Aku tahu itu dia. Aku sangat tahu siapa dia. Tidak kurang cantiknya dari terakhir aku bertemu dengannya.
Aku bergetar dan dia berlari ke arahku. Memelukku. Mendekapku erat. Aku terdiam. Tidak mengerti apa yang harus aku lakukan.
"Waktu telah merubah banyak ya. Kamu pun berubah banyak" ucapnya, lenganku dipeluknya erat.
"Kemana saja kamu?" tanyaku
"Melihat surga" jawabnya, aku memandangnya meragu. Apa yang mau dia ucapkan sih?
"Sudah puas? Akankah kamu tetap disini?" tanyaku kembali.
Sudah saatnya aku hentikan ini semua.
"Belum, aku akan kesana kembali. Kali ini tidak akan kembali disisimu", Aku terhenyak.
"Karena itu kukirimkan temanku yang paling berharga untuk menjagamu. Untuk selalu ada bersamamu. Untuk mencintaimu" aku mencerna kata-katanya. Ada apa dengan semua kejadian ini?
"Imel adalah teman terbaikku, kamu adalah belahan hatiku yang berharga. Namun sekarang hatiku yang sakit tidak bisa disembuhkan bahkan dengan cinta paling tulus sekalipun. Aku mencintaimu dulu ataupun sekarang, tidak bisa dipungkiri betapa besar rasa ini. Begitu aku mencintaimu, maka aku membutuhkan kamu untuk mencintai orang yang aku sayangi pula". Linda mengucapkan hal itu, lalu menutup matanya.
Hidup memang tidak bisa diprediksi, namun baikkah kamu memaksaku untuk mencintai orang lain?
Dengan kesabaran Imel, mungkin hatiku pun tidak akan luluh oleh perkara ini semua. Namun kenapa begini, setelah selama ini kamu datang dan pergi sesukanya saja, dengan apa yang kusebut dengan penantian. Kamu datang setelah sekian lama, datang dengan wajah polosmu, menggandeng tanganku dan mengatakan hal-hal yang tidak ingin kumengerti. Kenapa?
Begitu banyak pertanyaan dalam kepalaku yang tidak berani kujawab dan tidak akan terjawab.
Penopang gantunganku telah lepas, entah apa yang kurasakan, lega karena menemukan kebenaran atau lega karena kehilangan.
Sebelumnya dia baik-baik saja, dia mengerti dia sakit namun katanya itu semua bisa disembuhkan. 5 tahun pertama dia menjalani perawatan, 1 tahun koma dan di tahun ini dia megetahui bahwa dia tidak akan pernah sembuh seutuhnya. Mengirim Imel hanya inginnya saja karna sejatinya Imel juga menyukaiku. Ini terlalu rumit, apa ini hadiah untuk kesetiaan menunggu Tuhan? Bila ya, entah aku harus tersenyum atau meraung menangis.
Mungkin itu memang terdengar bodoh, tapi toh aku sendiri tidak dikejar deadline kawin kan? Jadi buat apa aku buru-buru mencari pacar?
"Sakti.." panggil suara cewek dengan lembut ditelingaku, sontak aku berdiri dan memandang aneh ke cewek itu. Cewek manis dengan celana jeans dan rambut panjangnya, rasanya begitu familiar namun aku masih belum dapat memastikan, apakah ini gadis itu?
"Siapa ya?" tanyaku
Dia memandangku dengan mata bulatnya.
"ada yang bisa saya bantu?" tanyaku kembali sembari duduk, Evan sahabat yang sedari tadi menemaniku ngobrol hanya tertawa cekikikan lalu pamit meninggalkan karena ada kelas.
"Haha, gak usah begitu amat kali. Aku suka sama kamu. Kita kencan yuk" dan begitu blak-blakan dalam meyampaikan maksud dan tujuannya. Aku tergagap, jujur aku sendiri kurang yakin lelaki macam apa aku ini dipandangan para wanita, tapi kali ini benar-benar membuatku tidak bisa memikirkan apa yang harus aku jawab.
"Gila, kita sama-sama baru kenal. Aku bisa saja memperkosamu sedetik kita berkencan" jawabku, menunggu reaksinya
"Kalau memang begitu adanya, seharusnya tidak ada gelar jomblo sejati dibelakang namamu. Oke baiklah sudah berbasa-basinya. Hari minggu, jam 10 di taman Menteng. Berpakaianlah yang rapi. Dah.." jawabnya santai lalu pergi begitu saja. Lucunya dia bahkan tidak memberitahu namanya ataupun meninggalkan nomornya. Siapa yang tahu aku gak dateng atau ada masalah apa. Gila memang percaya dirinya kelewat sempurna.
Ting.. Ting...
Handphoneku bergetar, ada pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal. Jangan bilang ini cewek aneh itu.
"SAKTI. J.E.L.E.K" jantungku berdegup kencang, antara percaya dan tidak, hal ini. Dia seseorang yang teramat kukenal dan kurindukan.
"Lince?" balasku cepat
"Enak aja! Linda! Nama gue bagus banget itu" tak berapa lama dia membalas.
Aku tertegun, terlena dalam pikiranku sendiri. Aku memang tidak pernah merelakannya hilang dari pikiranku. Sejenak mataku sempat basah, dia sudah agak modern sekarang tidak memakai surat, aku tersenyum kecil.
Jadilah hari itu aku dengan segala keanehan yang melingkupi hariku. Seseorang yang begitu kurindukan datang dan menghardik kerinduanku.
-0-
Sejenak ngobrol dengan Linda menjadi sebuah taman ditanah tandus. Aku ingin ungkapkan betapa merindunya aku pada sosoknya. Betapa aku tidak ingin kehilangan dirinya. Betapa aku memaklumi hilangnya dia meski aku tidak tahu dia kemana dan kenapa.
Namun obrolan dengan Linda hanya bertahan selama satu jam, sesudah itu dia kembali sulit dihubungi. Telfon atau di sms tidak tersambung sama sekali.
Apa yang terjadi, kenapa, beginikah sakitnya bila engkau setia pada rindumu?
-0-
"Kemana kamu kemarin?" tanya gadis aneh, dia duduk didepanku, ketika kelasku telah berakhir. Aku menatapnya. Hari minggu dimana aku meratapi rinduku.
"dirumah, kenapa?" jawabku
"Kumaafkan karena mungkin kamu sedang melakukan hal gawat darurat. Hari ini jam 17.00 di kafe cerita ya" ah, yang dia maksud pasti janji kemarin minggu. Benarkah dia menungguku, sudah berapa lama dia menunggu?
-0-
Ya, dia menungguku di kafe cerita.
Aku memandangnya agak lama, dia menunggu dengan sangat sabar. Bajunya telah berganti dari tadi siang.
Satu jam aku menunggunya beranjak dari tempatnya, namun tidak. Dia masih disitu dengan setia. Ada apa dengan gadis ini sih?
"Maaf, apa kamu menunggu terlalu lama?" tanyaku kala menghampirinya
"Oh iya, kebetulan aku adalah orang yang tepat waktu. Jadi aku menunggumu tepat satu jam yang lalu" dia tidak tampak gusar, bicaranya pun biasa saja. Untuk ukuran wanita, aku harus mengatakan betapa aku salut padanya.
"Jadi, apa yang kamu inginkan?" sahutku tak lama
"ngobrol"
Aku memandangnya agak lama lalu mengikuti rencananya. Ya benar, kami ngobrol. Benar-benar ngobrol. Kadang tertawa, kadang serius mendengarkan. Ngobrol dengannya merupakan hal yang menyenangkan, jadi bila dia memang benar menyukaiku, itu bukan pilihan yang tepat. Dengan tampilan baik, wajah manis dan obrolan yang seru siapapun bisa menyukainya.
Tentu saja aku sendiri tidak akan mengkhianati perasaanku mengenai rinduku yang hanya ditunjukkan pada Linda.
-0-
"Jadi kamu sudah memutuskan untuk bersama dengan Imel?" tanya Evan padaku
"Aku masih menunggu Linda, jadi tidak usah khawatir akan hal itu" jawabku mantap dan Evan hanya berdecak sambil menggelengkan kepalanya.
Cinta memang bisa segila ini bukan, bagaimana akhirnya kita malah mempertahankan hal paling tidak masuk akal dan irrasional yang bisa kita rasakan.
Mengenai Linda, sampai sekarang aku pun masih berhubungan dengannya. Namun yang terjadi adalah aku harus menunggu dia menghubungiku lebih dulu. Kalau ditanya ada apa, ini terjadi begitu saja berulang tanpa ada kepastian yang jelas.
Pernah kukatakan aku tidak ingin kehilangan dirinya, namun dia tidak membalas lagi.
Aku digantung dan aku bertahan pada gantungan yang rapuh itu, demi tidak jatuh aku sendiri yang mengurangi beban gantungan hingga kosong tak tersisa.
Mengenai Imel, entah ada apa dengan wanita dan segala upayanya yang selalu membuatku terkesima. 2 wanita dalam satu waktu memang terasa cukup merepotkan, karena satu wanita saja sebenarnya sudah membuatku sangat susah.
Dia datang tidak jelas, memintaku melakukan banyak hal-hal bersama, jika pergi sangat jelas. Memintaku melakukan ini itu yang tidak aku pahami tapi ternyata sangat kunikmati.
Apakah aku menyukainya? aku tidak bisa menepik bagaimana rasaku padanya. Dengan kebersamaan itu bagaimana bisa aku tidak luluh.
Disaat aku mulai yakin dengan rasa itu.
Datanglah Linda, berdiri tegak dihadapanku. Tersenyum manis. Aku tahu itu dia. Aku sangat tahu siapa dia. Tidak kurang cantiknya dari terakhir aku bertemu dengannya.
Aku bergetar dan dia berlari ke arahku. Memelukku. Mendekapku erat. Aku terdiam. Tidak mengerti apa yang harus aku lakukan.
"Waktu telah merubah banyak ya. Kamu pun berubah banyak" ucapnya, lenganku dipeluknya erat.
"Kemana saja kamu?" tanyaku
"Melihat surga" jawabnya, aku memandangnya meragu. Apa yang mau dia ucapkan sih?
"Sudah puas? Akankah kamu tetap disini?" tanyaku kembali.
Sudah saatnya aku hentikan ini semua.
"Belum, aku akan kesana kembali. Kali ini tidak akan kembali disisimu", Aku terhenyak.
"Karena itu kukirimkan temanku yang paling berharga untuk menjagamu. Untuk selalu ada bersamamu. Untuk mencintaimu" aku mencerna kata-katanya. Ada apa dengan semua kejadian ini?
"Imel adalah teman terbaikku, kamu adalah belahan hatiku yang berharga. Namun sekarang hatiku yang sakit tidak bisa disembuhkan bahkan dengan cinta paling tulus sekalipun. Aku mencintaimu dulu ataupun sekarang, tidak bisa dipungkiri betapa besar rasa ini. Begitu aku mencintaimu, maka aku membutuhkan kamu untuk mencintai orang yang aku sayangi pula". Linda mengucapkan hal itu, lalu menutup matanya.
Hidup memang tidak bisa diprediksi, namun baikkah kamu memaksaku untuk mencintai orang lain?
Dengan kesabaran Imel, mungkin hatiku pun tidak akan luluh oleh perkara ini semua. Namun kenapa begini, setelah selama ini kamu datang dan pergi sesukanya saja, dengan apa yang kusebut dengan penantian. Kamu datang setelah sekian lama, datang dengan wajah polosmu, menggandeng tanganku dan mengatakan hal-hal yang tidak ingin kumengerti. Kenapa?
Begitu banyak pertanyaan dalam kepalaku yang tidak berani kujawab dan tidak akan terjawab.
Penopang gantunganku telah lepas, entah apa yang kurasakan, lega karena menemukan kebenaran atau lega karena kehilangan.
Sebelumnya dia baik-baik saja, dia mengerti dia sakit namun katanya itu semua bisa disembuhkan. 5 tahun pertama dia menjalani perawatan, 1 tahun koma dan di tahun ini dia megetahui bahwa dia tidak akan pernah sembuh seutuhnya. Mengirim Imel hanya inginnya saja karna sejatinya Imel juga menyukaiku. Ini terlalu rumit, apa ini hadiah untuk kesetiaan menunggu Tuhan? Bila ya, entah aku harus tersenyum atau meraung menangis.
No comments:
Post a Comment