Orang bilang aku terlalu manja..
Kata mereka, aku anak orang kaya yang manja..
Sama sekali tidak tahu bagaimana bekerja keras..
Tidak tahu bagaimana mencari uang sendiri..
Kata mereka aku ini sama saja tidak berguna bila tidak ada ayahku.
Kata mereka aku ini hanya bermodalkan uang ayahku.
Itu semua kata mereka,
Itu semua karna mereka tidak tahu betapa sulitnya aku dulu.
Mereka hanya memandangku sekilas, lalu berbicara seenaknya.
Seakan mereka tahu segalanya,
Seakan mereka tahu semuanya.
Itu menyebalkan.
Uang tidak jatuh begitu saja dari langit,
Ukuran seseorang bukan hanya seberapa banyak materi yang mereka punya bukan?
Karena saking giatnya bekerja keras,
Saking inginnya membahagiakan anaknya, ayahku bekerja siang dan malam.
Bekerja seperti tidak ada waktu yang berjalan.
Baik aku ada atau aku tidak ada, tetap sama. Ayahku tidak pernah ada dirumah.
Pernah suatu saat Dia duduk dikursi malas, tertidur begitu pulasnya. Aku memandangnya lalu merangkak naik ke pangkuannya. Tidak butuh waktu lama mengingat badanku yang kecil dengan cepat berada di pangkuannya.
Belum lama kurasakan kehangatan itu, ayahku terbangun. Membaringkan aku di kursi panjang lalu kembali memijit nomor di handphonenya, dia menghubungi sekretarisnya, dia hendak melakukan dinas keluar negeri. Aku sendiri lagi.
Pada akhirnya, aku malah sendirian. Tidak ada teman, hanya ada pembantu yang segan berbicara karena aku ini majikan.
Aku kesepian, karena mereka yang bilang temanku hanya datang di kala mereka senggang.
Aku mulai berjalan tak tentu arah.
Berjalan kesana kemari dengan kamera tergenggam di tangan.
Hanya kamera saku biasa memang, namun ini adalah hadiah pertama dari ayahku ketika usahanya mulai menanjak.
Aku bukan hanya kesepian tanpa aku sadari aku pun mulai menjauh dari teman-temanku, pergaulanku hanya sebatas pada teman sebangku. Aku mulai jenuh. Aku mulai bosan.
Aku sangat bosan,
Kugerakkan pensil ke pergelangan tanganku,
Bagaimana rasanya ya?
Aku berfikir.
Kugerakkan penggaris ke pergelangan tanganku,
Tidak terlalu berasa.
Aku mencoba menekannya,
Sedikit terasa,
Kulihat cutter..
Aku mencoba menggerakkannya ke pergelangan tanganku.
Terasa..
Sakit,
Aku merasa aku hidup.
Aku mulai rajin menggunakan cutter untuk menggerakkannya ke pergelangan tanganku, ke pahaku, ke pergelangan kakiku.
Hanya untuk memastikan aku belum mati saking bosannya.
Aku masih hidup karena merasakan sakit itu.
Hingga aku lupa, jiwaku ikut sakit.
-Bersambung
Kata mereka, aku anak orang kaya yang manja..
Sama sekali tidak tahu bagaimana bekerja keras..
Tidak tahu bagaimana mencari uang sendiri..
Kata mereka aku ini sama saja tidak berguna bila tidak ada ayahku.
Kata mereka aku ini hanya bermodalkan uang ayahku.
Itu semua kata mereka,
Itu semua karna mereka tidak tahu betapa sulitnya aku dulu.
Mereka hanya memandangku sekilas, lalu berbicara seenaknya.
Seakan mereka tahu segalanya,
Seakan mereka tahu semuanya.
Itu menyebalkan.
Uang tidak jatuh begitu saja dari langit,
Ukuran seseorang bukan hanya seberapa banyak materi yang mereka punya bukan?
Karena saking giatnya bekerja keras,
Saking inginnya membahagiakan anaknya, ayahku bekerja siang dan malam.
Bekerja seperti tidak ada waktu yang berjalan.
Baik aku ada atau aku tidak ada, tetap sama. Ayahku tidak pernah ada dirumah.
Pernah suatu saat Dia duduk dikursi malas, tertidur begitu pulasnya. Aku memandangnya lalu merangkak naik ke pangkuannya. Tidak butuh waktu lama mengingat badanku yang kecil dengan cepat berada di pangkuannya.
Belum lama kurasakan kehangatan itu, ayahku terbangun. Membaringkan aku di kursi panjang lalu kembali memijit nomor di handphonenya, dia menghubungi sekretarisnya, dia hendak melakukan dinas keluar negeri. Aku sendiri lagi.
Pada akhirnya, aku malah sendirian. Tidak ada teman, hanya ada pembantu yang segan berbicara karena aku ini majikan.
Aku kesepian, karena mereka yang bilang temanku hanya datang di kala mereka senggang.
Aku mulai berjalan tak tentu arah.
Berjalan kesana kemari dengan kamera tergenggam di tangan.
Hanya kamera saku biasa memang, namun ini adalah hadiah pertama dari ayahku ketika usahanya mulai menanjak.
Aku bukan hanya kesepian tanpa aku sadari aku pun mulai menjauh dari teman-temanku, pergaulanku hanya sebatas pada teman sebangku. Aku mulai jenuh. Aku mulai bosan.
Aku sangat bosan,
Kugerakkan pensil ke pergelangan tanganku,
Bagaimana rasanya ya?
Aku berfikir.
Kugerakkan penggaris ke pergelangan tanganku,
Tidak terlalu berasa.
Aku mencoba menekannya,
Sedikit terasa,
Kulihat cutter..
Aku mencoba menggerakkannya ke pergelangan tanganku.
Terasa..
Sakit,
Aku merasa aku hidup.
Aku mulai rajin menggunakan cutter untuk menggerakkannya ke pergelangan tanganku, ke pahaku, ke pergelangan kakiku.
Hanya untuk memastikan aku belum mati saking bosannya.
Aku masih hidup karena merasakan sakit itu.
Hingga aku lupa, jiwaku ikut sakit.
-Bersambung
Masochist? :O
ReplyDeleteyeah, ini sama berbahayanya seperti melakukannya ke orang lain :/
Delete